Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Empat Gaya Bangunan Denyut Nadi Kota Bawah Surabaya

28 Januari 2018   17:15 Diperbarui: 28 Januari 2018   23:23 2111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ukiran khas jawa di kanopi. | Gambar : Dokumen Pribadi.

Teras dibangun sedemikian rupa menyesuaikan kondisi iklim Surabaya yang panas. Gedung dan bangunan gaya ini biasanya dibangun pada periode antara tahun 1870 hingga 1900.

Kantor BNI 46 | Gambar : Dokumen Pribadi.
Kantor BNI 46 | Gambar : Dokumen Pribadi.
Perkembangan ekonomi pada awal abad ke-20 yang semakin maju akibat dampak revolusi industri membuat pembangunan berbagai macam usaha terus dilakukan.

Termasuk, di kawasan Jalan Rajawali ini. Pabrik, bank, kantor asuransi, rumah sakit, hingga sekolah pun didirikan. Pembangunan bangunan-bangunan tersebut juga turut dimotori oleh arsitek profesional lulusan Belanda. Diantaranya adalah M. J. Hulswit, Ed Cuypers, dan Prof. W. Lemei. 

Tangan-tangan arsitek itu memberi pengaruh bangunan Gaya Belanda di Jalan Rajawali. Penggunaan gavel, dormer (jendela di atap), dan menara yang menyatu pada gedung berbentuk segi empat dan ramping dengan atap lancip pendek menjadi ciri khasnya.

Kacapem Bank Jatim Rajawali. Perhatikan jendela di bagian atapnya. Ciri Khas Gaya Belanda, | Gambar : Dokumen Pribadi.
Kacapem Bank Jatim Rajawali. Perhatikan jendela di bagian atapnya. Ciri Khas Gaya Belanda, | Gambar : Dokumen Pribadi.
Contoh bangunan Gaya Belanda di Jalan Rajawali ini cukup banyak. Diantaranya adalah kantor PTPN X dan Kantor Bank Mandiri. Contoh lain dari gaya ini adalah bangunan Bank Jatim dan SMP Negeri 5 Surabaya. Gedung dan bangunan Gaya Belanda ini dibangun antara tahun 1900 hingga 1910.

Perkembangan selanjutnya, pada kurun waktu tahun 1910 hingga 1925, banyak gedung yang dirancang dengan gaya eklektisisme. Gaya bangunanini berupa bangunan satu lantai yang memiliki menara ringan dan lubang ventilasi. Yang khas dari bangunan ini adalah penggunaan elemen-elemen berbagai gaya secara bebas. Artinya, ada penggabungan antara unsur klasik dan modern.

Contoh dari gaya bangunan ini adalah sebuah gedung ekspedisi, bekas gedung PPN di sebelah timur BRI yang memiliki ukiran  khas jawa di bagian kanopinya.

Ukiran khas jawa di kanopi. | Gambar : Dokumen Pribadi.
Ukiran khas jawa di kanopi. | Gambar : Dokumen Pribadi.
Gaya terakhir adalah Gaya De Amsterdam School. Gaya ini memiliki kekuatan garis-garis horizontal yang ditata sedemikian rupa sehingga tampak tegas bersatu dengan elemen vertikal. Artinya, penataan pintu dan jendela dirancang sedemikian rupa sehingga membentuk sudut siku-siku yang hampir sempurna.

Penggunaan gaya ini banyak dipakai pada akhir masa pendudukan Belanda, yakni antara tahun 1925 hingga kedatangan Jepang tahun 1942. Contoh dari bangunan ini adalah kantor PTPN XII yang berada di bagian utara Jalan Rajawali.

Gedung PTPN XII (sebelah kiri) dengan sudut siku-siku pada jendela dan pintu yang paripurna | Gambar : Dokumen Pribadi.
Gedung PTPN XII (sebelah kiri) dengan sudut siku-siku pada jendela dan pintu yang paripurna | Gambar : Dokumen Pribadi.
Sayang, karakter khas bangunan di Jalan Rajawali yang merupakan pusat kota bawah Surabaya harus berkonflik dengan pembangunan gedung baru. Ledakan properti di tahun 1990 membuat banyak bangunan yang berganti dengan bangunan modern. Bank BRI adalah contohnya.
Kusam | Gambar : Dokumen Pribadi.
Kusam | Gambar : Dokumen Pribadi.
Tak terawat | Gambar : Dokumen Pribadi.
Tak terawat | Gambar : Dokumen Pribadi.
Tak hanya itu, perawatan bangunan tua di Jalan Rajawali juga belum maksimal, tak  seperti di Jalan Tunjungan yang sudah mengalami restorasi.

Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, keberadaan kawasan ini lebih dahulu ada sebelum perkembangan berlanjut ke Jalan Tunjungan yang lebih dikenal sebagai  kota atas.

Penuh coretan | Gambar : Dokumen Pribadi.
Penuh coretan | Gambar : Dokumen Pribadi.
Jika tak mampu mengimbangi arus zaman, akan seperti kamera film yang termakan zaman | Gambar : Dokumen Pribadi.
Jika tak mampu mengimbangi arus zaman, akan seperti kamera film yang termakan zaman | Gambar : Dokumen Pribadi.
Memang, gedung-gedung kuno di sisi barat Jembatan Merah ini sangat megah. Tapi, apakah kemegahannya akan tetap eksis atau akan berganti kemegahan gedung baru? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Sumber:

  • Luar jaringan: Basundawan, Purnawan. 2009. Dua Kota Tiga Zaman : Surabaya dan Malang. Yogyakarta : Penerbit Ombak.
    Colombijen, F, dkk. 2005. Kota Lama, Kota Baru. Sejarah Kota-kota di Indonesia Sebelum dan Setelah Kemerdekaan. Yogyakarta : Perbit Ombak.
    Dalam jaringan
    (1)(2)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun