Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Dengan Membaca Kamu Mengenal Dunia, Dengan Menulis Kamu Dikenal Dunia"*

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mencermati Jaminan Halal Garam Tradisional di Aceh

10 Januari 2018   20:41 Diperbarui: 11 Januari 2018   16:41 2331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.goaceh.co

Menjamin dan mengawasi kehalalan makanan, minuman, obat, dan kosmetik merupakan tanggung jawab pemerintah bersama lembaga terkait seperti LPPOM, MPU dan APMUKP.

Namun saya pikir sejalan dengan yang dikatakan bang Habibie di atas yakni melakukan pembinaan, pendampingan dan memberikan kemudahan dalam akses perizinan kepada pelaku usaha, khususnya petambak garam.

Menilik di Aceh, sejauh ini DPRA sudah mengesahkan Qanun (Peraturan Daerah) Nomor 8 Tahun 2016 Aceh tentang Sistem Jaminan Produk Halal. Qanun ini dibuat berawal dari keinginan MPU dan Pemerintah Aceh untuk mengawasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) di Aceh, seperti garam produksi petani lokal.

Aceh yang melaksanakan syariat Islam mewajibkan semua produk makanan, minuman, obat dan kosmetik yang beredar harus bersih, higienis, tidak bernajis dan tercantum label halal. 

Mulai dari proses pembuatan bahan bakunya, sampai pada pengolahan produk yang hendak dipasarkan. Untuk itulah pemerintah, LPPOM, MPU dan APMUKP Aceh memiliki andil besar dalam hal ini.

Menurut Nurzahri, ketua komisi II DPRA, untuk pelaksanaan isi Qanun Nomor 8 Tahun 2016 tersebut, LPPOM MPU Aceh diberikan waktu 2 tahun untuk mensosialisasikan-nya. 

Tahun 2018, usianya sudah 2 tahun, maka sudah seharusnya lembaga tersebut mempersiapkan prasarana dan sarana laboratorium serta menyusun program penataan, pembinaan, dan pengawasan produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika halal kepada berbagai produk lokal di Aceh dan dari luar yang beredar di Aceh. Lanjutnya, "Bagi produk dari luar yang masuk ke Aceh, kalau status kehalalannya tidak tertera, maka LPPOM MPU Aceh dapat menyita.

***Tanda tanya di benakku ternyata benar***

Lalu bagaimanakah nasib garam tradisional Aceh? Kalangan ulama di Aceh menyatakan, garam yang diproduksi oleh petani tradisional di Aceh boleh dikonsumsi selama belum ada bukti kenajisannya, namun juga belum boleh dikatakan halal.

Salah seorang ulama yang memimpin sebuah pesantren di Aceh Besar, Tgk Faisal Ali menyatakan, "Berdasarkan aturan garam yang diproduksi, baru dapat dikatakan halal jika sudah dilakukan proses sertifikasi. Namun sejauh tidak ada bukti bercampur dengan najis, maka boleh dikonsumsi dan diperdagangkan."

Tgk Faisal ini rupanya sudah duduk dengan pengusaha garam dan pedamping para petani garam demi membahas status kehalalan garam dan kendala yang dihadapi. Semuanya terungkap seperti dalam benakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun