Mohon tunggu...
Ikhtiyatoh
Ikhtiyatoh Mohon Tunggu... Pengembara

"Jangan memaksakan diri untuk berlari jika memang tak mampu. Cukup kiranya tidak berjalan di tempat hingga hidupmu lebih bermanfaat untuk orang banyak".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Berkas Dilimpahkan Kembali, Kasus Pagar Laut Butuh Investigasi Lanjut

13 April 2025   06:35 Diperbarui: 13 April 2025   06:35 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Miris. Laut yang merupakan harta milik umum dikapling-kapling menggunakan bambu layaknya pagar. Lebih miris lagi, pagar laut seperti di perairan Tangerang, Banten memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Sangat disayangkan, kasus yang jelas-jelas mengancam ekosistem dan perekonomian nelayan terhenti pada penangkapan aktor level bawah. Penanganan kasus pun tampak berbelit-belit sejak awal hingga aktor utama kasus yang panas sejak Januari 2025 tersebut dibiarkan tetap misterius.  

Aktor yang Ditumbalkan?

Sebagian publik tentu mengira kasus pagar laut di perairan Tangerang sudah tuntas bersamaan dengan senyapnya pemberitaan. Sebelumnya sempat heboh berita ratusan personel TNI Angkatan Laut (AL) diturunkan guna membongkar pagar laut, Sabtu (18/1/2025). Puncak harapan akan tuntasnya kasus terjadi saat empat tersangka kasus pagar laut ditahan. Keempat tersangka dimaksud, yaitu Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta dan penerima kuasa dari Desa Kohod berinisial SP dan CE.

Sebanyak 50 warga Alar Jiban, Kohod melakukan aksi cukur gundul massal sebagai bentuk syukur atas penahanan keempat tersangka. Sayangnya, kasus yang cukup menguras perhatian publik tersebut masih butuh investigasi lanjut. Empat tersangka yang ditahan tampak hanya aktor yang ditumbalkan sementara aktor utama belum diungkapkan. Seperti diketahui, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri melimpahkan kembali berkas perkara kasus pagar laut Tangerang ke Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (10/4/2025).

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung meminta kepada penyidik Dittipidum Bereskrim Polri untuk melengkapi berkas perkara pagar laut dengan pasal tindak pidana korupsi (24/3/2025). JPU mengindikasikan penerbitan SHGB dan SHM di perairan Tangerang digunakan untuk mendapat keuntungan secara tidak sah dalam proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland. Namun, Bareskrim Polri bersikukuh tidak menyertakan pasal korupsi dengan alasan tidak ditemukan kerugian negara (tempo.co, 11/4/2025).

Investigasi Terhenti

Seiring dengan penetapan keempat tersangka oleh Bareskrim Polri, investigasi kasus pagar laut dihentikan. Bagi sejumlah pihak yang mengikuti kasus pagar laut dari awal tentu pesimis kasus tersebut bisa diusut tuntas. Kecurigaan yang semula mengarah kepada pemilik SHGB dan SHM, tiba-tiba berbelok ke Kades dan stafnya. Sementara itu, Bareskrim Polri menganggap kasus pagar laut murni tindak pidana umum pemalsuan dokumen sesuai pasal 263 KUHP. Ada beberapa hal terkait pagar laut Tangerang hingga butuh investigasi lanjut, di antaranya:

Pertama, aktor utama belum ditangkap. Dilihat dari segi biaya material yang disebut-sebut mencapai angka Rp9,6miliar, pagar laut Tangerang memang tampak bukan permainan sekelas Kades. Pagar laut dibuat menggunakan material bambu cerucuk setinggi 6meter yang ditancapkan ke dasar laut dan membentuk pola seperti labirin. Pagar laut sepanjang 30,16km tersebut membentang di enam kecamatan, yakni Kecamatan Kronjo, Kecamatan Kemiri, Kecamatan Mauk, Kecamatan Pakuhaji, Kecamatan Sukadiri, dan Kecamatan Teluknaga.

Setelah heboh pembongkaran, ternyata pagar laut belum semua dicabut. Masih ada pagar laut sepanjang 600meter di perairan Kohod, Kecamatan Pakuhaji yang tertancap kokoh dan sulit dibongkar secara manual karena dipasang menggunakan ekskavator. Selain butuh biaya besar, pemasangan pagar laut juga butuh pengamanan dan kepastian hukum. Artinya, aktor utama disinyalir memiliki koneksi kuat dengan kekuasaan. Sejumlah kondisi ini turut mengonfirmasi, pagar laut tidak dibangun melalui swadaya masyarakat sebagaimana klaim Jaringan Rakyat Pantura.

Kedua, ada yang lebih serius dari sekadar pemalsuan dokumen. Pemalsuan dokumen dalam penerbitan SHGB dan SHM merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang pastinya melibatkan pejabat publik level menengah dan atas. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar bahwa selain dugaan pemalsuan dokumen, ada dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik serta indikasi penerimaan gratifikasi (tribunnews.com, 9/4/2025).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun