Mohon tunggu...
Ikhtiyatoh
Ikhtiyatoh Mohon Tunggu... Pengembara

"Jangan memaksakan diri untuk berlari jika memang tak mampu. Cukup kiranya tidak berjalan di tempat hingga hidupmu lebih bermanfaat untuk orang banyak".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Berkas Dilimpahkan Kembali, Kasus Pagar Laut Butuh Investigasi Lanjut

13 April 2025   06:35 Diperbarui: 13 April 2025   06:35 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Pasal 3 UU Tipikor disebutkan, "setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana ...."

Kata kunci 'dapat' seharusnya bisa dimaknai 'adanya potensi' kerugian negara. Pasal tersebut seharusnya sudah cukup dijadikan dasar untuk membuka penyidikan terkait praktik korupsi. Proyek pembangunan yang dilakukan di atas laut -- merupakan ruang publik -- secara nyata telah menghalangi akses nelayan dalam menangkap ikan. Proyek pagar laut mengakibatkan rusaknya ekosistem laut hingga wilayah tangkapan ikan makin terbatas dan jauh. Artinya, para nelayan membutuhkan bahan bakar minyak lebih banyak saat melaut.

Seharusnya, kerugian tidak semata dilihat dari sisi kas negara, tetapi juga dilihat dari hilangnya akses ekonomi, sosial, dan ekologis masyarakat pesisir. Jika ekosistem laut rusak, berapa banyak anggaran yang diperlukan dalam upaya perbaikan dan pemulihan? Rasanya terlalu sempit dan sederhana jika kasus pagar laut hanya dijerat pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Lebih jauh lagi, perlu dilakukan penyidikan pelanggaran terhadap UU Kelautan, UU Tata Ruang, UU Lingkungan Hidup, dan upaya korporasi memonopoli ruang hidup rakyat.

Ketiga, proses pembatalan sertifikat pagar laut tidak transparan. Melalui kanal YouTube KOMPASTV, berjudul 'Menteri ATR/BPN Nusron Buka Suara soal Kabar Dirinya batal Cabut SHGB Milik Aguan', Nurson menyatakan, dari total 280 sertifikat di kawasan pagar laut Tangerang, sebanyak 209 bidang telah dicabut. Sebanyak 13 bidang lainnya masih dikaji karena wilayahnya abu-abu antara di dalam garis pantai dan luar garis pantai. Sementara itu, sebanyak 58 bidang batal dicabut karena berada di dalam garis pantai (23/2/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Nusron juga menyatakan, dari 58 SHGB yang batal dicabut di antaranya milik PT. Cahaya Intan Sentosa (CIS). Lanjutnya, SHGB milik CIS mayoritas aman karena berada di dalam garis pantai. Meski demikian, Nusron tidak merinci secara detail seluruh pemilik SHGB maupun SHM. Jika pemerintah menunjukkan peta pagar laut dan menjelaskan secara detail terkait sertifikat mana yang sudah dicabut, masih abu-abu ataupun batal dicabut, maka aktor utama dibalik pagar laut bisa diketahui lebih benderang.

Kejahatan melawan hukum lebih realistis untuk diselesaikan jika aktor dibongkar satu per satu sampai tak tersisa. Sebelumnya, Nusron mengungkapkan, ada 263 SHGB dan 17 SHM di kawasan pagar laut Tangerang. Dari jumlah SHGB, 243 bidang milik PT. Intan Agung Makmur dan 20 bidang lainnya milik CIS (kompas.com, 24/1/2025). Saat ditelusuri lebih jauh, PT Intan Agung Makmur ternyata terafiliasi dengan Agung Sedayu Group milik Aguan. CIS sendiri merupakan anak usaha PT PIK 2, emiten properti di bawah Agung Sedayu Group

Keempat, dilihat dari luas dan pola pagar laut, tampak ada tujuan besar. Pastinya, pagar laut dilakukan oleh pihak yang punya rencana terhadap laut. Mengaitkan pagar laut dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK 2 lebih logis dibanding menerima narasi 'pagar laut berguna untuk mencegah abrasi dan mitigasi tsunami'. Dengan adanya pagar laut, pengembang mengondisikan lokasi PIK 2 steril dari nelayan hingga proyek reklamasi aman dari gangguan. Jika reklamasi sudah selesai, SHGB dan SHM bisa digunakan untuk bangunan di atasnya.

Kelima, pemerintah perlu mencabut status PSN PIK 2. Meski pemerintah mengeklaim PSN tersebut tidak memakai APBN maupun PPBD, tetapi proyek tersebut menimbulkan banyak polemik dan merugikan rakyat lemah. Dengan statusnya sebagai PSN, pengembang melakukan penggusuran dan menentukan harga ganti rugi lahan sepihak. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu mengungkapkan, warga setempat terpaksa menjual tanah dengan harga murah karena menghadapi banyak tekanan.

Dukungan pemerintah terhadap PIK 2 demi menggiatkan sektor pariwisata dan lapangan kerja harus dievaluasi. Proyek tersebut tak hanya mengacaukan tata ruang, tetapi juga mengancam hutan mangrove. Selain itu, eksklusifitas PIK menjadikan hak publik terkait sanitasi, saluran air, dan akses jalan terhalang. Kawasan elit PIK sangat kontras dengan kawasan kampung sekitar bak 'surga megah' yang dikelilingi 'kampung neraka'. Selain itu, PIK merupakan kawasan reklamasi yang berpotensi memperparah banjir jika diteruskan.

Keenam, waspada ancaman kedaulatan negara. Ibarat membuka kotak pandora, kisruh pagar laut Tangerang membongkar SHGB dan SHM di atas laut di Lampung, Bekasi, Surabaya, Sidoarjo, hingga Demak-Semarang. Keberadaan pagar laut jika dibiarkan berlanjut bisa mengancam kedaulatan negara. Bagaimana jadinya jika perairan laut Indonesia dikelilingi kawasan reklamasi elit yang dimonopoli korporasi? Mampukah kiranya pemerintah memperketat pengamanan akses keluar masuk warga asing?

Pada Oktober 2024, Polda Metro Jaya menangkap dua pengedar narkoba asal Denmark di PIK 2, Kosambi, Tangerang. Kedua bandar menyelundupkan 10.100 butir pil ekstasi warna-warni ke dalam baby car seat. Makin banyak kawasan reklamasi swasta yang dibangun, maka makin besar tanggung jawab pemerintah dalam menjaga keamanan wilayah dan kedaulatan negara. Jika mengusut kasus pagar laut saja tidak bisa, bagaimana pemerintah menghadapi masalah lainnya nanti? Di saat bersamaan, swasta makin berani. Lihat saja, saat ini marak pembangunan vila dan restoran di perairan Labuhan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun