Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Militerisasi Anak Nakal: Negara yang Gagal?

10 Mei 2025   10:05 Diperbarui: 10 Mei 2025   10:05 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dedi Mulyadi tinjau pembinaan siswa nakal di barak Armed 1 Purwakarta (5/5/2025) (Dok: Dedi Mulyadi via Kompas.com)

Jika orang tua sudah menyerah, apakah negara berhak mengambil alih dengan cara yang mungkin merampas hak anak untuk mendapat pendampingan profesional? 

Saya tidak anti-disiplin. Tapi disiplin tanpa empati adalah tirani. Alih-alih mengirim anak ke barak, mengapa tidak membangun pusat rehabilitasi berbasis psikologi, melibatkan konselor, seni terapi, atau kegiatan alam yang menenangkan? Atau melatih guru-guru agar mampu mendeteksi masalah siswa sejak dini? Bukankah lebih masuk akal memperbaiki sistem yang rusak daripada mengasingkan korban sistem tersebut? 

Sejarah membuktikan bahwa banyak pemikir besar---seperti Einstein, Steve Jobs, atau bahkan Bung Karno---dulu dianggap "nakal" karena pemikiran mereka melampaui zaman.

Bayangkan jika mereka dijejalkan ke barak militer hanya karena dianggap "tidak sopan". Mungkin kita tak akan pernah menikmati listrik, iPhone, atau kemerdekaan. 

Jadi, sebelum gegap gempita menjadikan program ini nasional, mari renungkan: Apa hakikat pendidikan? Jika tujuannya menciptakan manusia "sopan" yang patuh tanpa kritik, mungkin barak militer tepat.

Tapi jika kita ingin generasi yang berani berpikir, berempati, dan berintegritas, maka langkah ini adalah kemunduran. Anak-anak bukan prajurit yang harus dilatih berperang. Mereka adalah tunas bangsa yang perlu disirami kasih sayang, bukan diteriaki hingga kehilangan suara. 

Kalau pun program ini tetap dijalankan, buatlah kurikulum yang jelas. Ukur bukan hanya "tingkat kepatuhan", tapi juga kematangan emosi, kemampuan memecahkan masalah, dan kepedulian sosial.

Libatkan psikolog, bukan hanya sersan. Dan yang terpenting: jangan jadikan ini proyek politis pencitraan, di mana anak-anak hanya jadi tumbal dalam panggung eksperimen kebijakan. 

Sebab, seperti kata Nelson Mandela, "Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia."

Tapi jika senjata itu diarahkan secara salah, yang hancur bukan hanya masa depan anak-anak, tapi juga kemanusiaan kita sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun