Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menopause Seperti Musim Gugur: Bukan Akhir, Tapi Transformasi

24 April 2025   13:38 Diperbarui: 24 April 2025   13:41 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda memandang sebatang pohon di musim gugur? Daun-daunnya menguning, berguguran, meninggalkan dahan yang tampak "tandus". Tapi di balik itu, alam sedang menyiapkan energi baru. 

Akar pohon itu tak berhenti bekerja; ia menyimpan cadangan kehidupan untuk musim semi berikutnya. Dalam filosofi Taichi, akhir sebuah gerakan adalah awal gerakan baru---seperti lingkaran yang terus berputar tanpa henti. 

Lalu, mengapa kita kerap memandang menopause sebagai akhir, padahal ia bisa menjadi pintu menuju babak baru yang justru lebih berwarna? 

Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata "menopause"? Mungkin bayangan keriput, emosi tak stabil, atau "tanda-tanda perempuan mulai uzur". 

Stereotip ini menggantung seperti awan kelam, seolah menopause adalah kutukan yang harus ditakuti. Padahal, menopause---seperti pubertas---adalah fase alami. 

Menurut National Institute on Aging, menopause dinyatakan resmi ketika seorang perempuan tak lagi menstruasi selama 12 bulan berturut-turut. Ini bukan penyakit, melainkan proses biologis yang dialami perempuan umumnya di usia 45--55 tahun. 

Namun, ada juga yang mengalaminya lebih awal, seperti Adelle Martin, perempuan asal Inggris yang merasakan gejala menopause di usia 39 tahun. 

Adelle, yang kini berusia 51 tahun, bercerita dengan blak-blakan: "Saya harus menempelkan koyo hormon di pinggul dua kali seminggu. Bayangkan, setiap keluar rumah di hari Rabu dan Minggu, saya seperti tentara yang bersiap perang: rambut ditata, masker wajah dipakai, dan koyo esterogen jadi 'senjata' andalan." 

Saat gejala menopause menyerang, Adelle merasa dirinya "terbakar" dari dalam. Hot flashes-nya bukan sekadar keringat biasa, melainkan sensasi panas yang mendidih hingga ke dada, seolah tubuhnya dicolokkan setrika. 

"Suatu hari, saya bahkan merasakan sengatan listrik di kaki---gejala ke-34 dari daftar yang saya baca. Lucu, ya? Tapi saat itu, saya justru ingin menangis," ujarnya sambil tertawa getir. 

Pengalaman Adelle adalah gambaran nyata: menopause bukan sekadar urusan berhentinya menstruasi. Ini fase di mana tubuh dan jiwa bergulat dengan perubahan drastis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun