Jika suatu waktu Anda duduk di bioskop megah di Jakarta atau Shanghai, menunggu film Hollywood terbaru yang telah dinanti-nanti. Namun, layar tak kunjung menyala. Daftar penayangan berganti dengan judul-judul lokal yang semakin mendominasi.
Inilah potret riil yang mungkin terjadi di tengah eskalasi "perang tarif" antara AS dan Cina, yang tak hanya membakar pasar baja atau teknologi, tetapi juga merambah ke dunia hiburan.
Layar lebar, yang seharusnya menjadi jembatan budaya, kini menjadi medan pertempuran ekonomi---sebuah konflik yang mengubah selera penonton, nasib studio film, dan masa depan industri kreatif global. Â
Keputusan China Film Administration pada 11 April 2025 untuk mengurangi impor film Hollywood bukanlah sekadar respons politik, melainkan tamparan keras bagi industri film AS yang sudah rapuh.Â
Sejak Donald Trump menaikkan tarif impor produk Cina hingga 145%, Negeri Tirai Bambu membalas dengan tarif tambahan 50% untuk semua produk AS, termasuk film. Total tarif kini mencapai 84%, angka yang memaksa studio Hollywood mengernyitkan dahi.Â
Saham Walt Disney, Paramount Global, dan Warner Bros langsung terjun bebas, sementara proyek blockbuster seperti Mission Impossible, Superman, dan The Fantastic Four terancam gagal meraup untung di pasar terbesar kedua dunia. Â
Tapi di balik angka-angka itu, ada cerita yang lebih dalam: pergeseran budaya. "Kualitas film Amerika telah menurun belakangan ini," tulis seorang netizen Cina, dikutip South China Morning Post.Â
Komentar ini bukan sekadar umpatan di media sosial, melainkan cerminan perubahan selera penonton. Chris Fenton, penulis Feeding the Dragon, mencatat bahwa kontribusi film Hollywood terhadap pendapatan bioskop Cina merosot menjadi hanya 5%.Â
Bandingkan dengan tahun 2024, ketika 33 film AS masih meraup 5,27 miliar yuan (Rp12,1 triliun) atau 58% dari pendapatan film impor.Â
Kini, Ne Zha 2, film animasi Cina, memecahkan rekor dengan pendapatan 15 miliar yuan (Rp34,4 triliun)---menjadi film terlaris kelima sepanjang masa secara global, mengubur dominasi Avengers: Endgame yang "hanya" mengumpulkan 4,2 miliar yuan di China. Â
Industri film Cina tak lagi sekadar penonton. Mereka telah menjadi raksasa yang berdiri sejajar. Ketika A Minecraft Movie dari Warner Bros memimpin box office Cina dengan pendapatan Rp243 miliar (10% dari total global), itu hanyalah secuil kemenangan di tengah gelombang proteksionisme.Â