Ketika jarum jam menunjukkan pukul 00:01 dini hari waktu Amerika Serikat, dunia perdagangan global memasuki babak baru yang penuh ketegangan.
Tarif impor sebesar 104% terhadap produk-produk China mulai diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump, sebuah angka yang mencengangkan dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah hubungan dagang kedua negara adidaya ekonomi tersebut.
Langkah dramatis ini bukan sekadar kebijakan ekonomi biasa, melainkan pernyataan tegas bahwa era persaingan dagang telah berubah menjadi konfrontasi terbuka yang dampaknya terasa hingga ke sudut-sudut terjauh ekonomi global.
Kebijakan tarif yang diumumkan oleh Gedung Putih melalui juru bicara Karoline Leavitt ini merupakan kulminasi dari serangkaian ketegangan yang telah berlangsung sejak masa jabatan pertama Trump.
Komposisi tarif yang mencapai 104% tersebut terdiri dari tarif dasar 20%, ditambah 34% sebagai "balasan" atas kebijakan serupa dari Beijing, dan tambahan 50% sebagai sanksi atas "kesalahan" China yang berani membalas kebijakan Amerika.
"Ini adalah kesalahan bagi China untuk membalas," tegas Leavitt dalam konferensi pers. "Ketika Amerika dipukul, (Trump) akan memukul balik lebih keras, dan itulah mengapa akan ada tarif 104% yang mulai berlaku terhadap China malam ini pada tengah malam."
Hubungan dagang Amerika Serikat dan China telah mengalami pasang surut selama beberapa dekade terakhir. Sejak China bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2001, volume perdagangan bilateral kedua negara meningkat pesat, namun diiringi dengan defisit perdagangan Amerika yang semakin membengkak.
Bagi Trump, defisit ini merupakan bukti bahwa Amerika telah "dirampok" oleh praktik dagang China yang tidak adil. Namun, para ekonom memiliki pandangan berbeda.
Christopher Barnes, presiden firma riset pasar Escalent, menegaskan bahwa "defisit itu sendiri tidak selalu berarti ketidakadilan." Defisit perdagangan seringkali merupakan hasil dari posisi Amerika sebagai tujuan investasi yang menarik, dengan dolar AS sebagai mata uang yang sangat dihargai secara global.
Reaksi pasar terhadap pengumuman tarif ini sangat dramatis. Wall Street yang awalnya mencatat kenaikan signifikan, berbalik arah dengan tajam. Indeks Dow Jones Industrial Average kehilangan 320,01 poin (0,84%) menjadi 37.645,59; S&P 500 turun 1,57% (79,48 poin) menjadi 4.982,77; dan Nasdaq yang didominasi saham teknologi anjlok 2,15% (335,35 poin) menjadi 15.267,91.