Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mudik adalah Belajar Cara "Pulang"

27 Maret 2025   15:57 Diperbarui: 27 Maret 2025   16:10 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mudik belajar cara pulang (dok. pribadi)

Setiap tahun, ketika bulan Ramadan mulai menguap lelah dan Syawal hampir tersenyum di ufuk, Indonesia menjelma menjadi panggung akbar bernama "Mudik Lebaran".

Jutaan manusia---dari yang bermobil mewah hingga yang mengepak motor seperti burung dodo kelebihan muatan---berkumpul dalam satu misi: pulang.

Mereka rela antre berjam-jam di pom bensin, bertaruh nyawa di jalan berlubang, atau bahkan duduk di atap kereta api, semua demi satu kata sakti: kampung halaman.

Jika di Eropa ada Running of the Bulls, di sini ada Running of the Mudikers---lomba lari marathon melawan waktu, rasa kantuk, dan keinginan untuk buang air kecil di tengah kemacetan. 

Tapi jangan salah, mudik bukan sekadar adu fisik mengangkut dua anak plus kardus berisi 50 bungkus opak di motor.

Ini adalah drama kolosal yang memadukan unsur budaya, spiritual, dan keahlian packing ala Tetris.

Seorang bapak dengan satu motor bisa menjelma menjadi ahli geometri: mengikat karung beras di kiri, kardus mi instan di kanan, sambil menyelipkan anak bungsu di antara setang dan perutnya.

Jika Einstein hidup kembali, mungkin ia akan menciptakan teori relativitas baru: "Di atas motor, ruang dan waktu adalah ilusi. Semua muat asal diikat kencang." 

Fenomena ini unik, karena di negara lain, orang mungkin pulang kampung dengan tenang, tanpa perlu berdesakan seperti sarden di kaleng bernama "Bus Ekonomi".

Tapi di sini, mudik adalah ritual yang lebih sakral dari upacara apa pun. Ini bukti bahwa orang Indonesia, meski mengaku urban, sejatinya masih punya jiwa petualang yang setengah-setengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun