Mohon tunggu...
Khairul Ikhsan
Khairul Ikhsan Mohon Tunggu... Selamat datang di media masa seputar perkembangan ilmu pengetahuan

Disini kita akan membahas terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Banyak yang tidak tahu tentang "Bystander Effect": Mengapa Kita Enggan Bertindak?

11 Februari 2025   16:18 Diperbarui: 11 Februari 2025   16:18 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang berpegang jari (Sumber: Riza Azhari via istockphoto)

Bystander effect adalah fenomena psikologis di mana individu cenderung tidak memberikan bantuan kepada korban dalam situasi darurat ketika ada orang lain di sekitar. Semakin banyak saksi yang hadir, semakin kecil kemungkinan seseorang akan mengambil tindakan untuk menolong. Fenomena ini pertama kali diteliti oleh Bibb Latan dan John Darley pada tahun 1968 setelah kasus pembunuhan Kitty Genovese di New York, di mana banyak saksi mata tidak memberikan pertolongan atau menghubungi pihak berwenang.

Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada bystander effect adalah difusi tanggung jawab. Ketika banyak orang menyaksikan suatu peristiwa, tanggung jawab untuk bertindak tersebar di antara mereka, sehingga masing-masing individu merasa kurang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan. Mereka mungkin berpikir bahwa orang lain akan atau sudah memberikan bantuan, sehingga mereka merasa tidak perlu terlibat.

Selain itu, ketidakpastian situasi juga memainkan peran penting. Dalam situasi yang ambigu, individu cenderung melihat reaksi orang lain untuk menentukan respons yang tepat. Jika orang lain tampak tenang atau tidak bereaksi, individu mungkin menganggap situasinya tidak serius atau tidak memerlukan intervensi. Hal ini dikenal sebagai pengaruh norma sosial, di mana perilaku orang lain memengaruhi keputusan seseorang untuk bertindak atau tidak.

Rasa takut akan konsekuensi negatif juga dapat menghambat seseorang untuk membantu. Kekhawatiran seperti takut melakukan kesalahan, takut menjadi pusat perhatian, atau takut menghadapi bahaya fisik dapat membuat individu enggan terlibat. Mereka mungkin menilai bahwa risiko yang dihadapi lebih besar daripada manfaat yang dapat diberikan kepada korban.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti empati, identifikasi dengan korban, dan pengalaman pribadi dapat memengaruhi kecenderungan seseorang untuk membantu. Individu yang memiliki tingkat empati tinggi atau merasa memiliki kesamaan dengan korban lebih mungkin untuk memberikan bantuan, meskipun ada orang lain di sekitar. Selain itu, pengalaman sebelumnya dalam situasi serupa dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk bertindak.

Untuk mengatasi bystander effect, pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat sangat penting. Dengan memahami mekanisme di balik fenomena ini, individu dapat lebih sadar akan kecenderungan mereka untuk tidak bertindak dan termotivasi untuk mengambil inisiatif dalam situasi darurat. Pelatihan pertolongan pertama dan program peningkatan empati dapat membantu meningkatkan respons prososial dalam masyarakat.

Selain itu, menciptakan budaya yang mendorong keterlibatan aktif dan tanggung jawab sosial dapat membantu mengurangi bystander effect. Ketika norma sosial menekankan pentingnya membantu orang lain dan menghargai tindakan prososial, individu akan lebih termotivasi untuk terlibat dalam situasi darurat. Media dan pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk norma-norma ini.

Namun, penting untuk diingat bahwa setiap situasi adalah unik, dan keputusan untuk bertindak harus mempertimbangkan keselamatan pribadi dan konteks spesifik. Meskipun penting untuk mendorong tindakan prososial, individu juga harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memberikan bantuan yang efektif tanpa membahayakan diri sendiri atau orang lain.

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian tentang bystander effect telah berkembang untuk memasukkan konteks digital. Di era media sosial, fenomena ini juga diamati dalam bentuk "bystander effect online," di mana pengguna internet enggan terlibat atau melaporkan konten berbahaya karena asumsi bahwa orang lain akan melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun platformnya berbeda, mekanisme psikologis yang mendasari tetap serupa.

Untuk mengatasi bystander effect online, platform digital dan komunitas online perlu menciptakan lingkungan yang mendorong partisipasi aktif dan pelaporan konten yang tidak pantas. Fitur seperti tombol pelaporan yang mudah diakses, anonimitas bagi pelapor, dan edukasi tentang pentingnya keterlibatan aktif dapat membantu mengurangi fenomena ini di dunia maya.

Secara keseluruhan, bystander effect adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis dan sosial. Dengan meningkatkan pemahaman kita tentang mekanisme yang mendasarinya dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk mendorong tindakan prososial, kita dapat bekerja menuju masyarakat yang lebih responsif dan peduli terhadap kebutuhan orang lain.

Penting bagi individu untuk menyadari kecenderungan alami mereka untuk menghindari intervensi dalam situasi darurat dan berusaha melawan kecenderungan tersebut. Dengan melakukan hal ini, kita dapat meningkatkan kemungkinan memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkannya dan, pada akhirnya, menyelamatkan nyawa.

Dalam konteks pendidikan, mengajarkan anak-anak dan remaja tentang bystander effect dan pentingnya tindakan prososial dapat membantu membentuk generasi yang lebih responsif dan empatik. Program pendidikan yang menekankan pengembangan empati, tanggung jawab sosial, dan keterampilan pertolongan pertama dapat mempersiapkan individu untuk bertindak dengan tepat dalam situasi darurat.

Selain itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana berbagai faktor, seperti budaya, jenis kelamin, dan usia, memengaruhi kecenderungan seseorang untuk terlibat dalam situasi darurat. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, intervensi yang lebih efektif dapat dirancang untuk mengatasi bystander effect dalam berbagai konteks.

Dalam dunia yang semakin terhubung, baik secara fisik maupun digital, penting bagi kita untuk mengatasi hambatan yang menghalangi tindakan prososial. Dengan memahami dan mengatasi bystander effect, kita dapat membangun komunitas yang lebih peduli dan responsif, di mana individu merasa diberdayakan untuk membantu orang lain dalam kebutuhan.

Pada akhirnya, mengatasi bystander effect memerlukan upaya kolektif dari individu, komunitas, institusi pendidikan, dan platform digital.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun