Mohon tunggu...
Ikhlash Hasan
Ikhlash Hasan Mohon Tunggu...

Dare to dream

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Plus Minus Sistem Matrilineal di Minangkabau

13 Juni 2014   06:23 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:57 5721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Kata ini seringkali disamakan dengan matriarkhat atau matriarkhi, meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Matrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu mater yang berarti ibu, dan linea yang berarti garis. Jadi, matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu (sumber : wikipedia).

Suku Minangkabau merupakan satu-satunya suku yang menganut sitem matrilineal di indonesia, sehingga dibandingkan dengan suku-suku lain di Indonesia hal ini bisa dikatakan cukup unik. Dalam islam pun mengajarkan posisi laki-laki lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan perempuan tetapi bukan berarti derajat seorang wanita itu lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Karena menganut sistem matrilineal jadilah setiap anak-anak yang lahir dari suku minangkabau mengikuti suku ibunya.

Bagi mereka yang sejak lahir sudah dibesarkan dengan mengikuti garis keturunan ayah pasti merasa asing sekali dengan sistem ini, terutama yang baru-baru menetap di Sumatera barat. Beberapa teman saya yang berasal dari luar daerah  yang kebetulan mengenyam pendidikan di Sumatera Barat sering bertanya-tanya, kenapa kok minagkabau itu ikut garis keturunan ibu, saypun mencoba menjelaskan kenapa minangkabau mengikuti garus keturunan ibu. Bagi pembaca yang ingin tahu alasannya kenapa, bisa baca di sini kalau saya tuliskan disini terlalu panjang dan akan melebihi batas kutipan maksimal di kompasiana.

Selain itu seorang wanita di minangkabau juga bisa mendapatkan gelar seorang Bundo kanduang yang bisa dikatakan sebagai seorang ratu, gelar ini diwariskan secara turun temurun dan dipilih pada lembaga bundo Kanduang Sumatera Barat. Dalam suku biasanya juga ada yang disebut sebagai Bundo kanduang yang biasanya adalah istri seorang datuk.

Karena menganut sistem matrilineal maka secara tidak langsung semua harta diwariskan kepada anak perempuan, apabila sebuah keluarga memiliki banyak anak perempuan maka harta warisan dibagi sama rata. lalu bagaimana dengan keluarga yang tidak memiliki anak perempuan yang berarti garis keturunan pada keluarga tersebut terputus karena tidak ada yang mewariskan, nah berdasarkan aturan adat yang berlaku harta warisan diserahkan kepada keluarga terdekat yang masih satu suku. Meskipun pihak laki-laki tidak memperoleh harta warisan yang biasanya berupa petakan sawah dan ladang, pihak laki-laki sebagai niniak mamak (om) tetap mempunyai hak sebagai pengambil keputusan, jadi tidak bisa seorang anak perempuan yang menerima harta warisan menjualnya tanpa persetujuan niniak mamak.

Kalau lancang menjual harta warisan tanpa seizin niniak mamak siap-siap saja dikucilkan bahkan bisa berurusan dengan polisi seperti yang dialami oleh salah seorang teman saya karena ibunya nekat menjual harta warisan tanpa persetujuan niniak mamak. Tapi terkadang ada juga pihak laki-laki yang mendapatkan harta warisan, biasanya berasal dari keluarga yang memang mempunyai banyak harta warisan sehingga bisa dibagikan ke pihak laki-laki tentunya dengan porsi yang jauh lebih sedikit.

Begitulah seterusnya pembagian harta warisan, ketika seorang ibu misalkan mendapat empat petak sawah karena dia memiliki 2 anak maka dibagi rata setiap anak perempuan dapat 2 petak. Semakin panjang garis keturunannya semakin sedikit harta warisan yang akan diperoleh karena adanya pembagian tadi. Di minangkabau posisi pihak laki-laki sebagai niniak mamak lebih dominan dari peran seorang ayah kandung, ketika seorang anak perempuan akan menikah maka niniak mamak lah yang akan bekerja menjalankan aturan-aturan adat yang diikat oleh adat sebaliknya peran seorang ayah adalah melakukan hal yang sama kepada keponakannya apabila juga berasal dari minangkabau.

Ibarat pepatah minang "Anak dipangku kamanakan dibimbiang" maksud dari pepatah ini adalah selain sebagai ayah dari anak-anaknya seorang mamak juga bertugas mengawasi tindak tanduk keponakan-keponakannya sehingga di minangkabau seorang niniak mamak itu sangat dihargai. Tapi kalau melihat keadaan hari ini, sudah tak demikian lagi adanya, nilai-nilai luhur yang sudah tertanam dari dulu sekrang mulai tergerus oleh zaman dan pengaruh budaya luar, sehingga banyak ditemui seorang keponakan tak lagi menghormati seorang mamak begitu juga sebaliknya seorang mamak tidak lagi melakukan fungsinya pengawasannya terhadap keponakan.

Apabila seorang perempuan minangkabau menikah dengan laki-laki dari suku lain maka anak mereka akan mendapatkan dua suku sekaligus berbeda ketika laki-laki dari minangkabau menikah dengan wanita dari suku lain maka otomatis anaknya tidak mendapatkan suku. Salah satu kerugian dari sistem ini adalah tidak boleh menikah sesam suku, sebagai contoh seorang yang sukunya piliang dilarang menikah dengan orang yang juga sukunya piliang, meskipun secara agama tidak mempermasalahkan dikarenakan meski sesuku tapi hubungan keluarganya sudah jauh dan tidak diharamkan menikah secara agama tapi kembali lagi aturan adat yang cukup ketat akan hal ini memang tidak memungkinkan untuk menikah sesuku.

Itulah sedikit pengetahuan saya tentang sistem matrilineal yang dianut suku minangkabau, sebagai anak yang lahir dan dibesarkan dari suku minangkabau saya pribadi cukup prihatin melihat keadaan minangkabau hari ini, seperti kebanyakan orang bilang minangnya sudah hilang yang tertinggal hanya kerbaunya, kenapa begitu karena kaidah-kaidah dan aturan ada sudah banyak dilanggar dan tidak dipraktekkan lagi, mungkin dianggap kuno akibat terlalu mudah menyerap budaya asing tanpa memfilternya terlebih dahulu. Semoga minangkabau nantinya bukan hanya sekedar nama tapi juga prakteknya harus sesuai dengan apa yang sudah diatur dalam peraturan adat.

Kalau pembaca berkunjung ke Sumatera Barat silahkan lihat sendiri bagaimana keadaan minangkabau itu sekarang ini tak heran sering dilanda bencana, datang saja ke pantai padang lihatlah pemandangan merusak mata, puluhan bahkan mungkin ratusan tenda ceper berdiri kokoh tak tergoyahkan begitu juga dengan bukit lampu atau taman melati yang disepanjang jalannya taksi berlalu lalang dimana penumpangnya (maaf) seorang wanita penghibur tapi saya ingatkan jangan berkunjung ke ranah minang kalau tujuan utamanya cuma mengunjungi prostitusi terbuka itu ya.

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun