Bila persinggahan tak lagi meninggalkan sisa-sisa pekat percakapan, kepulan argumen sebatang lisong, atau kolase prahara dari sebuah asbak perdebatan.Â
Aku akan membenamkan diam dalam-dalam. Memantik dapur yang tiarap. Mengais remah-remah kolot di piring yang kerontang. Menyatroni cangkir-cangkir kopi dengan ampas yang hampa, dangkal, dan pejal.
Agar kau tak menyangkal, pernah ada genang kepekatan yang mengepul atas nama kita. Juga puntung-puntung yang tumpang-tindih menjadi parameter baku dari sekelumit mimpi-mimpi berdaki yang pernah kita bicarakan, ilusi-ilusi yang menjadi solusi dari apa-apa yang kita sebut sepi atau kehilangan.
Meski tak pernah kita yakini, kehidupan seperti apa yang akan menanti, juga jalan bagaimana yang akan kita tempuhi. Sebab kita tahu, sesementara apa persinggahan itu.
Namun, ingatlah! melupakan kesementaraan tak mengubahmu menjadi apapun. Bahkan jalan-jalan semua keberangkatan tak akan menganggapmu sebagai pernah di akhir perjalanan. Sebab, kepulangan yang abadi, tergantung dari tepi yang kau singgahi dan sementara yang kau lakoni.
Martapura-Angsana, 15 Maret 2020