"Kau jangan pernah menaruh hati padaku, Hamdi. Aku hanya wanita asing bagimu. Terlalu cepat untuk menjalani semua ini."
Hamdi masih ingat, ucapan pertama wanita itu saat ia mulai intens mendekatinya.
"Biarlah semuanya mengalir apa adanya, Fit. Jodoh bukan kita yang mengatur."
Ingin rasanya Hamdi menuntut tanggapan dari wanita itu, tetapi justru Fitri terbungkam. Sorot matanya sayu, seperti lembayung senja pada sore yang bermuram durja.
Tidak ada percakapan lagi. Hamdi ingin memaksa, tetapi lagi-lagi, Fitri memasang perisainya.
****
"Bodoh ... kenapa kau keras kepala sekali?" Fitri melepas payung begitu saja, lalu kembali menghambur tangisnya di tengah hujan. Seulas senyum getir menghiasi bibir.
Hamdi menegakkan kepala, dengan mata berbinar, ia berucap, "Kau kembali artinya kau peduli." Ditutupnya dengan tawa yang bercampur getir, terdengar aneh sekali.
"Tidak, aku akan menunjukkan suatu alasan bahwa aku tak pantas untukmu, tidak lebih." Fitri lagi-lagi tak sanggup melihat wajah Hamdi. Wajah tak berdosa itu kian membuatnya bersalah.
Bersambung.