Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Crazy Rich Kampungsayaan

20 September 2018   16:14 Diperbarui: 20 September 2018   16:25 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Liputan6.com

Menjadi orang kaya mungkin adalah cita-cita banyak orang di planet berpenghuni yang ada di galaksi Bimasakti ini. Betapa tidak, dengan kekayaan yang dimiliki, seseorang dapat melakukan apa saja yang ia inginkan. Lihatlah Elon Musk yang dengan riang gembira telah meluncurkan mobil sport Tesla-nya ke planet Mars atau Jeff Bezos bersukaria dengan proyek luar angkasanya Blue Origin, mereka dapat melakukan semua renjananya karena memiliki kekayaan yang nilainya kuadriliunan rupiah. 

Sejak beberapa tahun kebelakang, di kampung saya dan daerah sekitarnya, mulai banyak bermunculan orang-orang kaya yang ditandai dengan semakin banyaknya rumah-rumah besar ala latar tempat sinetron Indonesia lengkap dengan kendaraan roda dua, empat, dan kelipatannya. 

Ya, tak peduli dengan definisi kaya ala majalah Forbes yaitu memiliki penghasilan setidaknya satu juta dollar pertahun atau menurut Robert T.Kiyosaki yaitu memiliki passive income yang lebih besar dari biaya hidup, orang kaya versi kecemete masyarakat kampung saya adalah mereka yang memiliki rumah mentereng lengkap dengan jeroannya yang super duper amboi rancak bana serta tumpukan blink-blink yang dipakai istri beserta anak-anak perempuannya yang jumlahnya mana tahan.

Beberapa orang kaya ini kadang membuat saya terkikik. Gak usah mahal-mahal nanggap komika Tretan Muslim (iya gitu mahal? hihi) bila ingin tertawa lebar namun cukup dengan menangkap sinyal-sinyal komedi aneh di frekuensi orang-orang kaya tertentu ini, haih.

Seperti halnya orang kaya satu ini. Kala itu saya sedang asyik mahsyuk ngobrol sana-sini di rumah seorang teman. Tiba-tiba pintu diketuk dari luar, yaeyalah kalau dari dalam itu namanya kurang kerjaan.

Ketika pintu dibuka muncullah dua sosok ibu dan anak dengan dandanan ala Cherrybelle eh Bugs Bunny secara sandal bulunya mirip dengan warna bulu si empunya ujaran "What's up Doc?" itu. Ternyata mereka masih bersaudara dengan teman saya ini dengan posisi rumah yang dipisahkan oleh jalan raya plus 6 rumah kesamping kanan.

Yang menjadi menarik adalah mereka datang ke rumah teman saya itu dengan menaiki mobil pribadi nan keminclong. Ketika ditanya. "Darimana dan mau kemana?" Sang ibu menjawab "Dari rumah dan mau kesini". Setelah ibu anak itu pulang, teman saya pun nyeletuk "Dasar menantu kaya baru!". 

Saya pun tergelak, ah berbaik sangka aja deh, mungkin mereka melakukan itu bukan karena ingin pamer atau sok manjah-manjah syantiek namun karena takut sandal bulu mereka rontok kena angin bila jalan kaki, prikitiew.

Ada lagi orang kaya yang pernah membuat saya dilanda komplikasi akut antara ingin tertawa tapi juga ingin menepok jidat sendiri dengan raket nyamuk yang habis di cas. Orang kaya ini ceritanya ingin membuat suasana sekitaran rumahnya bak jalanan di Trocadero eh terlalu jauh ding, ala trotoar sekitaran kota Bandung lah. 

Demi meraih cita-citanya, mereka pun memasang sebuah lampu bertiang kokoh nan syahdu lengkap dengan neon box warna-warni bertulis alamat rumah serta keranjang bunga yang angun. 

Saya pun tersepona eh terpesona dibuatnya. Ketika malam tiba suasana jalan menjadi sangat romantis apalagi bila sambil bersenandung bersama tante Tetty Kadi menyanyikan lagu "Sepanjang Jalan Kenangan" dengan iringan orkes melayu Sagita yang berkolaborasi dengan Soneta.

Namun keromantisan itu ambyar dalam sekejap ketika esoknya bola lampunya yang sebesar jerawatnya Cyclops itu pecah oleh sebuah gerobak dorong mamang-mamang tukang jualan  dan neon box-nya dihajar oleh truk yang lewat secara lampu itu berdiri di luar pagar rumahnya. Ya, lampu itu berada persis di jalan kampung yang hanya segitu-gitunya.

Esoknya ketika bertemu, sang pemilik lampu pun curhat dan menyebutkan harga seperangkat lampu dan tiangnya yang sama-sama memesona itu. Wah, horang kaya, lampu aja ngalah-ngalahin harga domba...mbeeeekk.

Nah, sebagai orang kaya yang memiliki tingkat intelegensia setara dengan alien yang pesawatnya melayang-layang di galaksi Andromedha  dengan semangat berkobar ia pun membuat patok berupa pipa pralon yang dicor sebagai pembatas antara jalan dan tiang lampu agar tragedi tabrak lari tak kembali terjadi.  

Ah, orang kaya mah bebas, mau matok jalan juga gak ada yang ngelarang, hih.  Tapi berbaik sangka aja deh, mungkin jalan itu tadinya memang milik nenek moyangnya yang bukan seorang pelaut tapi seorang pematok, ayam kali patok-patok, eh petok.

Bicara tentang lampu tak lepas dari fungsinya sebagai alat penerangan, seperti lampu kekinian milik orang kaya tadi.  Namun selain menerangi kegelapan terkadang lampu pun dapat membuat mata silau, sesilau perhiasan emas yang dipakai oleh banyak emak-emak yang ingin memastikan dirinya bahwa mereka kaya raya. Kaya ternyata dapat membuat galau juga ya bila ada orang yang tak mengakuinya, hihi. 

Beberapa acara dijadikan ajang ekshibisi perhiasan oleh emak-emak kaya ini, tak terkecuali pengajian.  Ada kalanya beberapa emak itu menyingsingkan lengan gamisnya dengan sigap, bukan untuk bergotong royong kerja bakti membersihkan lingkungan masjid namun untuk memperlihatkan betapa kaya dan bergengsinya mereka dengan hiasan gelang emas sebesar gelang kulitnya sang demigod, Heracles.

Kalung emas dengan liontin sebesar perisainya Mas Captain America menyembul dari balik hijab yang mereka kenakan.  Cincin beraneka bentuk kecuali bentuk tengkorak, tumpang tindih di jemari-jemari yang lentik.  

Yang kadang membuat tersapu-sapu adalah demi mempertontonkan semua itu, saat berbicara mereka selalu memainkan tangan dan jemarinya bagai sedang menari serimpi yang di slow-motion-kan, seakan-akan ingin memastikan bahwa semua perhiasan yang dikenakan telah terekam jelas ke dalam memori lawan bicaranya.  

Terlintas dipikiran, bila saja ada yang menggunakan gigi emas, mungkin dia akan selalu berbicara dengan akhiran --es, seperti pedes, gemes, setres, bedhes agar gigi-gigi emasnya dapat menerangi seluruh alam semesta raya, heaaaa. 

 Eh tapi berbaik sangka aja lah, mungkin mereka yang memakai perhiasan emas bertumpuk sampai melupakan sisi estetikanya itu hanya ingin memberi motivasi kepada umat manusia lain untuk rajin mencari uang agar dapat terbeli semua kemewahan salah satunya ya berupa perhiasan seperti yang mereka miliki, yaaa kaan?

Menjadi orang kaya itu memang asoy geboy, namun pada prakteknya tak semua orang  kaya dapat  hdup dengan tenang, damai, dan sentosa.  Alih-alih mendermakan sebagian hartanya untuk kemanusiaan, mereka justru sibuk pamer sana-sini demi mencari pengakuan manusia lain akan harta kekayaan yang mereka miliki.

Tapi sodara, kalau gak ada model orang kaya yang seperti itu, enak di Tretan Muslim dong, bakal banyak yang memberi dia job (iya gitu?) untuk sekedar memancing gelak tawa yang tidak bisa didapatkan dari menonton pertunjukan gratis seperti "Crazy Rich Kampungsayaan" ini.

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun