Mohon tunggu...
Ika Nur Aini
Ika Nur Aini Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Belajar itu menyenangkan. Bisa dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belajar Sabar bersama Sapi dan Bunga Matahari

25 November 2019   13:35 Diperbarui: 25 November 2019   13:49 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari sudah waktunya pulang. Tenggelam di sebelah barat. Sebelum Matahari tenggelam, dia masih bersinar bahagia. Membuat rumput-rumput di taman semakin segar ditambahi mekarnya bunga-bunga. Hari ini sudah sore. Di taman yang luas banyak tumbuh rerumputan, tampak seekor sapi sedang makan. Disaat si sapi sedang menikmati rerumputan hijau ternyata ada yang sedang berwajah sangat sedih. Sesekali ia juga menangis. Dia adalah bunga Matahari.

            "hikss...hiksss...hikss..." Bunga Matahari sesekali terisak-isak kecil dengan raut wajah yang sedih.

            "Ada apa dengan dirimu Bunga Matahari? Dari tadi aku perhatikan, kau tidak senyum dan malah menangis." Sapi mendekati Bunga Matahari itu.

Biasanya jika Bunga Matahari mekar ia tampak begitu cerah dengan warna kuning bunganya dan daun-daun yang segar. Pada kali ini, yang terjadi justru berbeda. Bunga Matahari tampak begitu layu. Bunga-bunganya mulai mengering dan daunnya pun tidak segar lagi. Hampir-hampir tubuhnya sudah mau jatuh ke tanah.

            "Aku sangaaattt sedih hari ini." Dengan nada cukup berat untuk bersuara, Bunga Matahari menjawab si Sapi.

            "Memangnya kenapa kalau aku boleh tahu?" Tanya si Sapi.

            "Aku kecewa sama manusia." Dengan wajah kesal Bunga Matahari mengungkapkan perasaannya.

            "Memangnya manusia sudah berbuat apa sehingga membuatmu kecewa?" Si Sapi dengan tenang terus menanggapi cerita dari Bunga Matahari.

            "Coba lihat saja diriku saat ini. Daun-daun dan bungaku mengering. Aku sangat kehausan. Ketika diriku berbunga, manusia sering datang mendekat. Memuji keindahanku, menyiramiku dan bahkan ada yang memetik bungaku. Tapi sekarang, ketika aku sudah mulai tidak berbunga lagi mereka malah melupakan aku. Aku sangat marah." Bunga Matahari menyampaikan kekecewaannya.

Tanaman adalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang perlu kita rawat. Termasuk Bunga Matahari, ketika tumbuhan itu berbunga ataupun tidak seharusnya tetap dirawat dengan baik. Caranya adalah menyirami secara rutin, karena air adalah bagian penting untuk tumbuhan hidup subur.

Melihat Bunga Matahari yang mulai layu dan bercerita tentang kesedihan dirinya, si Sapi terus menyampaikan perkataan-perkataan yang baik.

"Sepertinya kamu perlu bersabar saja. Tidak usah marah kepada manusia. Aku yakin mereka pasti akan merawatmu lagi setelah ini. Mereka begitu menyukaimu." Begitulah semangat yang diberikan Sapi kepada Bunga Matahari.

"Tapi kenapa sampai sekarang tidak ada manusia yang datang kepadaku untuk memberi air?" Bunga Matahari sambil menunduk.

Ketika mereka saling berbicara, dari kejauhan ada seorang laki-laki muda berjalan menuju taman. Lelaki itu tampak membawa ember cukup besar berisikan air. Sepertinya dia adalah lelaki yang merawat sapi itu. Dia membawakan air untuk si sapi. Setiap sore memang seperti itulah aktifitas dia. Melepas sapi rawatannya bebas memakan rumput di taman, kemudian ia datang membawa air untuk minum.

Lelaki itu akhirnya sampai di tempat hewan rawatannya yang sedang makan rumput. Air di dalam ember ditaruhnya dekat dengan sapi. Ada sesuatu yang terjadi. Air di dalam ember yang seharusnya diminum oleh sapi tetapi malah ditumpahkan.

"Braakk..." Air pun tumpah ke tanah mengalir kearah Bunga Matahari.

"Sudah kamu tidak usah bersedih lagi. Ini ada air untukmu." Sapi itu berkata kepada Bunga Matahari.

"Wahh, akhirnya aku bisa merasakan kesegaran lagi. Kalau seperti ini maka aku bisa tumbuh sehat lagi." Bunga Matahari tampak ceria kembali setelah mendapatkan air dari ember yang ditumpahkan oleh Sapi.

Melihat airnya tumpah lelaki itu tampak kaget. Padahal jarak tempat mengambil air menuju taman cukup jauh. Sampai di sini airnya malah ditumpahkan akibat ulah si sapi.

"Aduuhhh, kenapa airnya tumpah? Padahal ini sudah sore. Apa aku harus mengambil air lagi untuk kamu minum sapi?" Ia pun berpikir lagi.

"Eh, di sini ternyata tumbuh Bunga Matahari juga. Sayangnya bunga ini sudah mau mati. Tampaknya ia tidak terawat. Andaikan bunga-bunga ini dirawat dengan baik pasti akan tumbuh semakin banyak dan membuat taman terlihat berwarna."

Lelaki itu akhirnya menoleh kepada Bunga Matahari yang hampir mati. Ia berpikir, andaikan bunga-bunga itu bisa tumbuh sehat maka taman akan terlihat semakin cantik dengan beragam warna-warni tumbuhan yang hidup di sana.

"Lebih baik aku rawat saja bunga-bunga ini. Setiap sore sapiku kan pergi makan ke sini, dengan begitu aku bisa membawa air juga untuk menyirami bunga-bunga."

Sejak sore itu, anak laki-laki mengembarakan sapinya di taman dan selalu menyirami bunga-bunga di sana. Setelah beberapa waktu terlewati mulailah tampak perubahan luar biasa. Kini di taman itu Bunga Matahari tumbuh semakin banyak bersama bunga-bunga yang lainnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun