Mohon tunggu...
Iis Susiawati Abdullah
Iis Susiawati Abdullah Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Pendidikan, Agama dan Lingusitik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Jiwa dan Nalar: Menjembatani Tradisi dan Modernitas

2 Mei 2025   22:52 Diperbarui: 2 Mei 2025   22:52 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dialektika Jiwa dan Nalar

Pendidikan seperti ini tidak hanya menjadikan siswa sebagai objek, tetapi subjek yang berpikir, merasakan, dan bertindak. Mereka mampu berdialog dengan masa lalu sekaligus menjawab tantangan masa depan.

Jiwa: Dimensi yang Terlupakan

Pendidikan jiwa tidak berarti sekadar pelajaran agama atau moral. Ia adalah dimensi batiniah dari pendidikan: bagaimana seseorang memahami makna hidup, tujuan belajar, dan peran dirinya di dunia. Pendidikan jiwa menyentuh aspek kesadaran diri, empati, kesabaran, dan kesetiaan pada nilai.

Filsuf seperti John Dewey dan Paulo Freire telah menggarisbawahi pentingnya dimensi ini. Pendidikan bukan hanya menumbuhkan kemampuan akademik, tetapi kesadaran akan ketimpangan sosial, keadilan, dan kebermaknaan hidup. Di sinilah pendidikan menjadi jalan pembebasan, bukan penjinakan.

Di Indonesia, pendekatan pendidikan spiritual berbasis lokal masih relevan. Misalnya, nilai-nilai keislaman dalam pesantren, ajaran kebijaksanaan dalam budaya Jawa, atau pendidikan karakter berbasis lokal di Bali dan Papua. Semua itu menjadi bagian dari pendidikan yang membentuk manusia seutuhnya, bukan sekadar pekerja.

Nalar: Pilar Kritis untuk Era Disrupsi

Pendidikan nalar menuntut siswa untuk tidak hanya menerima, tetapi mempertanyakan. Untuk tidak hanya meniru, tetapi mencipta. Di sinilah pentingnya logika, filsafat, dan kemampuan berpikir kritis dalam pendidikan. Nalar menjadi pelindung dari hoaks, populisme dangkal, dan manipulasi sosial media yang kini begitu masif.

Sayangnya, pendidikan kita masih lemah dalam hal ini. Kegiatan belajar mengajar masih terlalu berpusat pada guru, terlalu kaku, dan menekankan hafalan. Padahal, siswa yang dilatih bernalar akan lebih siap menghadapi kehidupan. Ia tidak hanya pandai menjawab soal, tetapi mampu menganalisis persoalan hidupnya.

Membangun nalar berarti memberi ruang pada pertanyaan-pertanyaan kritis, membuka diskusi lintas perspektif, dan memfasilitasi pembelajaran berbasis masalah. Pendidikan tidak hanya mencetak pekerja, tapi pencipta makna.

Peran Guru sebagai Penjembatan

Dalam menjembatani antara pembentukan jiwa dan penguatan nalar, guru memainkan peran penting. Guru bukan hanya penyampai informasi, tetapi fasilitator perjalanan intelektual dan spiritual siswa. Ia harus menjadi teladan dalam nilai dan berpikir kritis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun