Mohon tunggu...
Iis Susiawati Abdullah
Iis Susiawati Abdullah Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Pendidikan, Agama dan Lingusitik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Jiwa dan Nalar: Menjembatani Tradisi dan Modernitas

2 Mei 2025   22:52 Diperbarui: 2 Mei 2025   22:52 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dialektika Jiwa dan Nalar

Pendidikan Jiwa dan Nalar: Menjembatani Tradisi dan Modernitas

Di tengah arus modernitas yang deras, pendidikan tidak bisa hanya dilihat sebagai proses transfer ilmu dan keterampilan. Lebih dari itu, ia adalah medium untuk membentuk manusia utuh, mereka yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bijak dalam bersikap, kuat secara spiritual, dan tajam dalam bernalar. Pendidikan, sejatinya, adalah jalan menuju pembentukan jiwa dan nalar, yang mampu menjembatani antara akar tradisi dan tuntutan zaman modern.

Tradisi: Akar yang Menguatkan

Tradisi dalam pendidikan sering kali dipandang usang dan ketinggalan zaman. Padahal, ia adalah pondasi nilai dan moral yang telah teruji oleh waktu. Di banyak kebudayaan, terutama dalam konteks Indonesia, pendidikan tradisional tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga menanamkan etika, adab, dan kebijaksanaan. Pesantren, padepokan, atau sistem pembelajaran lokal seperti musyawarah dan cerita rakyat adalah bagian dari tradisi pendidikan yang membentuk karakter bangsa.

Nilai-nilai seperti sopan santun, ketekunan, kesabaran, dan penghormatan terhadap guru adalah bentuk pembentukan jiwa yang sangat penting. Jiwa yang terbangun dengan nilai-nilai luhur ini akan menjadi pondasi bagi kemampuan bernalar yang jernih dan etis.

Modernitas: Tantangan dan Peluang

Namun, kita tidak hidup di masa lalu. Dunia hari ini menuntut kecepatan, kompetensi teknologi, dan fleksibilitas. Sistem pendidikan pun dituntut untuk menyesuaikan diri. Inovasi digital, kecerdasan buatan, dan pendekatan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) mulai mendominasi diskursus pendidikan global. Tantangan ini bisa membuat pendidikan kehilangan sisi humanisnya jika tidak disikapi dengan bijak.

Salah satu problem pendidikan modern adalah penekanan pada hasil kognitif yang terukur: nilai ujian, angka IPK, atau capaian kompetensi kerja. Akibatnya, pembentukan jiwa menjadi terpinggirkan. Siswa menjadi mesin penghafal, bukan pencari makna. Mereka mungkin cakap dalam teknis, tetapi rapuh dalam menentukan arah hidupnya.

Antara Tradisi dan Modernitas: Bukan Dikotomi, tapi Dialektika

Maka, pertanyaannya bukanlah "tradisi atau modernitas?", tetapi "bagaimana kita menjembatani keduanya?", Pendidikan yang membangun jiwa dan nalar adalah pendidikan yang bersifat dialektis, menggabungkan kearifan lama dengan semangat baru. Tradisi tidak ditolak, tetapi didekati dengan cara kritis. Modernitas tidak ditelan mentah-mentah, tetapi disaring melalui nilai-nilai lokal dan spiritualitas.

Contohnya, integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum digital. Siswa belajar coding bukan hanya untuk membuat aplikasi, tetapi untuk menyelesaikan persoalan nyata di masyarakat dengan etika yang baik. Atau, pengajaran sastra klasik dan kitab kuning dipadukan dengan diskusi kritis dan metode interaktif berbasis teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun