Mohon tunggu...
Iqbal Iftikar
Iqbal Iftikar Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Wannabe

Nothing was never anywhere

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

BOSEH Keliling Bandung, Kenapa Tidak?

15 April 2019   08:07 Diperbarui: 15 April 2019   10:54 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Ahad lalu, saya bersama seorang teman menjajal BOSEH, sistem penyewaan sepeda yang disediakan oleh Pemerintah Kota Bandung. Tidak ada tujuan khusus, hanya ingin bersepeda santai keliling kota di Minggu pagi.

Teman saya yang asli luar kota itulah yang mengajak saya. Awalnya, saya ingin membawa sepeda sendiri dari rumah yang jaraknya cukup jauh dari pusat kota (hitung-hitung olahraga). Tapi, setelah sedikit dipaksa (dengan berbagai alasan), saya akhirnya setuju untuk ikut menyewa sepeda BOSEH dari pusat kota.

Untuk menyewa sepeda BOSEH, pengguna harus memiliki kartu uang elektronik Brizzi yang sudah terdaftar. Maka, sehari sebelum rencana nge-BOSEH, saya dan teman saya mendaftarkan diri di stan pendaftaran BOSEH di alun-alun.

Sabtu siang itu, cuaca Bandung agak terik. Kami menuju sebuah stan berbentuk ruangan kecil di utara Masjid Agung Bandung. Ruangan berukuran 2x2 meter tersebut dilengkapi pendingin ruangan dan dijaga oleh seorang petugas yang sedang sibuk menonton YouTube.

Kedatangan kami berdua untuk mendaftar malah membuat si petugas kebingungan. Bukan kebingungan lantaran tidak tahu apa yang harus dilakukan. Melainkan kebingungan karena di stan tersebut hanya tersedia satu kartu Brizzi baru.

Akhirnya, kami bersepakat untuk membuatkan satu kartu saja atas nama saya. Teman saya ini berniat untuk meminjam kartu BOSEH milik temannya. Petugas pun mengeluarkan kartu Brizzi biasa. Saya pun bertanya: "Kok, gambarnya bukan yang BOSEH, sih?"

Si petugas pun menjawab kalau akhir-akhir ini stok kartu Brizzi dari BRI agak seret. Setiap harinya, setiap stan pendaftaran hanya mendapat jatah 20 kartu. Dia pun menyarankan untuk mencari ke stan pendaftaran lainnya yang terletak di Taman Cibeunying dan Jalan Diponegoro (depan Museum Geologi).

Saya pun mendaftarkan diri. Prosesnya simpel: cukup mengisi data diri sesuai KTP dan difoto. Data yang diambil dimasukan ke basis data BOSEH dan diselaraskan dengan kartu Brizzi yang kita gunakan. Harga kartu baru adalah Rp30.000 dengan saldo awal Rp2.500. Saldo bisa langsung diisi ulang dengan kelipatan Rp5.000 di stan pendaftaran.

Melihat proses pendaftaran yang hanya menggabungkan data pengguna ke data kartu di basis data BOSEH, saya pun menanyakan apakah kartu Brizzi yang saya punya bisa dipakai? Karena kebetulan saya masih menyimpan Brizzi edisi Asian Games kenang-kenangan saat menjadi volunteer.

Ternyata, semua kartu Brizzi bisa dipakai untuk menyewa BOSEH asalkan sudah diregistrasi di stan yang tersedia. Karena ada satu kartu lagi yang bisa didaftarkan, teman saya pun turut registrasi dengan Brizzi saya.

Setelah registrasi, petugas menunjukkan cara mengambil dan mengembalikan sepeda. Mudah saja, ikuti instruksi yang tertera di layar. Waktu terakhir peminjaman sepeda adalah pukul empat sore dan harus dikembalikan sebelum jam delapan malam.

Selesai uji coba penyewaan, kami melihat peta lokasi stasiun BOSEH di pintu stan pendaftaran. Terdaftar ada 17 stasiun penyewaan, sayangnya lima stasiun sudah ditutupi namanya. Petugas menjelaskan kalau kelima stasiun tersebut sudah tidak beroperasi.

Dokpri
Dokpri

Amat disayangkan mengingat pada awal peluncuran, BOSEH memiliki 30 stasiun. Bahkan sempat ada wacana menambah jumlah stasiun menjadi 70. Namun karena minat warga yang tidak terlalu tinggi, beberapa stasiun dinonaktifkan dan menyisakan palang besi terbengkalai di pinggir jalan.

Keesokan harinya, kami berdua sudah tiba di stasiun BOSEH Alun-alun pukul enam pagi. Sialnya, belum ada sepeda yang terkait di sana. Padahal, kata petugas yang kita temui kemarin, sepeda sudah tersedia sejak pukul lima pagi.

Seorang anak SD yang kita temui di sana juga sedang menunggu sepeda datang. Menurut ceritanya, dia rutin menggunakan BOSEH untuk pergi sekolah dan biasanya sepeda memang sudah tersedia lebih awal dari hari itu.

Sepeda dipasang petugas jam enam lebih. Setelah dikaitkan, sepeda belum bisa langsung disewa. Pengguna harus menunggu beberapa menit sampai koneksi di alat penyewaan tersambung ke server BOSEH.

Ada beberapa kekurangan di stasiun BOSEH. Pertama, alat pembaca kartu yang tidak terlalu responsif sehingga terkadang kartu gagal dibaca dan harus mengulangi prosedur peminjaman/pengembalian dari awal. Kedua, tombol pada alat yang kurang nyaman dan harus ditekan keras-keras. Ketiga, setelah tombol di kaitan sepeda ditekan, beberapa sepeda harus setengah dipaksa keluar agar terlepas dari kaitannya.

Sebelum mengambil, kita bisa memilih sepeda di kaitan tertentu. Pastikan sepeda yang kita ambil tidak rusak, walau sepeda yang dipasang sudah dicek di kantor BOSEH. Beberapa fitur tambahan seperti standar dan bel sepeda juga bisa diperiksa untuk pengalaman BOSEH yang lebih menyenangkan.

Sepeda sudah di tangan. Bagi yang berbadan tinggi, kursi di sepeda bisa disesuaikan dengan membuka kunci di bawah sadel. Jika membawa barang-barang kecil, bisa ditaruh atau diikat di keranjang besi kecil di depan sepeda.

Kami mulai mengayuh. Tujuan akhir kami adalah Jalan Dago untuk menikmati hari bebas kendaraan bermotor (CFD) di sana. Sebelum menuju ke sana, kami berkeliling ke beberapa taman di pusat kota Bandung.

Di beberapa taman seperti Taman Musik Centrum terdapat stasiun BOSEH yang kosong. Saya belum sempat memeriksa apakah stasiun tersebut tidak berfungsi atau sepeda yang disewakan sudah habis.

Di Taman Cibeunying, teman saya ingin mengaitkan sepeda di stasiun BOSEH yang tersedia lalu mengambilnya lagi. Tujuannya untuk menghindari tarif Rp2.000 di jam kedua dan hanya ditarik Rp1.000 dari saldo Brizzi. Ketika saya mencobanya, saya malah kena Rp3.000 karena ternyata sudah lewat satu menit dari satu jam.

Beberapa pengunjung taman, salah satunya turis luar kota, menanyakan cara meminjam sepeda BOSEH. Sayangnya, kios pendaftaran belum buka di sana. Kami meneruskan perjalanan di jalanan yang makin ramai dengan kendaraan bermotor. Tidak adanya jalur sepeda yang ramah pemboseh mungkin menjadi alasan orang malas menggunakan sepeda untuk bepergian jarak dekat dalam kota.

Setelah melewati Jalan Surapati yang ramai, kita berbelok ke Jalan Dago. Di tengah kepadatan pengunjung CFD, saya tidak sempat memperhatikan stasiun BOSEH di Jalan Dago. Saya tidak sempat melihat jumlah sepeda yang terkait di sana. Jadinya, saya tidak bisa melihat popularitas BOSEH di kesempatan ternyaman untuk memboseh.

Kami teruskan memboseh sampai Cihampelas dan berputar kembali. Kami mengakhiri perjalanan di stasiun BOSEH Jalan Ganesha. Di sana, dari sembilan kaitan, hanya ada dua yang kosong. Bisa jadi hal itu menandakan antusiasme pengunjung CFD terhadap BOSEH yang tidak terlalu tinggi karena tidak mencari sampai ke stasiun terdekat jika sepeda di Jalan Dago habis.

Hari itu saya akhiri dengan merenung: apakah BOSEH akan bertahan lebih lama lagi? Seberapa kuat dia akan bertahan di tengah jalanan penuh kendaraan bermotor? Akankah suatu saat nanti stasiun yang ada hanya menjadi palang besi tidak berguna di trotoar Bandung? Atau mungkin Pemerintah Kota akan memberikan fasilitas lebih kepada pesepeda sehingga masyarakat kembali antusias bersepeda keliling kota? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Selama itu, mari mem-BOSEH keliling Bandung!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun