Mohon tunggu...
Ifah Latifah
Ifah Latifah Mohon Tunggu... Guru

Penulis buku antologi Guru Profesional (Laikesa: 2020). Antologi Jawaban dari Tuhan (Dd Publishing:2020). Antologi Mengedukasi Negeri (Madani Kreatif: 2020) Guru Limited Edition ( Pustaka Literasi : 2021) Puisi 1000 penggiat Literasi judul Indonesia bangkit(Geliat gemilang abad i: 2021) Nak sungguh aku mencintaimu ( Little Soleil : 2021)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Fenomenal Kang Dedi: Disiplin Ala Militer, Harapan atau Ancaman Psikologis?

18 Mei 2025   12:00 Diperbarui: 18 Mei 2025   12:19 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bagi sebagian orang, pengiriman anak ke barak militer mungkin dianggap berisiko terhadap kondisi psikologis mereka. Namun, pertanyaannya: apakah keterlibatan anak dalam narkoba dan tawuran tidak lebih dahulu merusak kondisi psikologis mereka? Ketika anak telah terpapar lingkungan yang destruktif, pendekatan pencegahan sudah terlambat. Mereka perlu segera mendapatkan rehabilitasi dan pembinaan agar tidak semakin larut dalam lingkaran yang sama dan menularkan pengaruh negatif kepada anak-anak lain di sekitarnya.

Fenomena meningkatnya jumlah anak jalanan, termasuk anak-anak dari komunitas Funk yang hidup tanpa pendidikan, tanpa perlindungan, dan tanpa kasih sayang, menjadi cerminan kegagalan negara dalam memenuhi hak-hak dasar anak. Namun, saya tetap optimis dan menyambut baik program Sekolah Rakyat yang digagas oleh Presiden Prabowo. Saya berharap inisiatif ini dapat menjadi solusi nyata dalam menampung dan membina anak-anak jalanan yang belum mendapatkan Pendidikan yang layak, terlebih lagi bagi anak-anak yang selama ini menjadi korban eksploitasi orang tua maupun pihak-pihak tak bertanggung jawab lainnya yang memanfaatkan mereka demi keuntungan pribadi.

Mengentaskan kenakalan remaja melalui peran guru saja itu mustahil. Lantas apa solusi untuk semua ini? Solusi untuk mengatasi kenakalan remaja, termasuk kebijakan kontroversial seperti pengiriman anak-anak bermasalah ke barak militer, perlu dilihat dari berbagai sudut pandang: pendidikan, psikologi perkembangan anak, pendekatan hukum, serta peran keluarga dan masyarakat.

Berikut adalah beberapa solusi komprehensif yang bisa ditawarkan:

1. Kolaborasi Multisektor: Pendidikan, Keluarga, dan Pemerintah

  • Sinergi antara sekolah, keluarga, dan pemerintah daerah sangat penting. Sekolah tidak bisa bekerja sendirian. Pemerintah harus memberikan pendampingan yang bersifat preventif dan rehabilitatif melalui lembaga layanan psikologi, konselor, atau pusat pembinaan remaja.
  • Pemberdayaan peran orang tua melalui program parenting yang wajib diikuti bagi orang tua dengan anak-anak yang menunjukkan tanda-tanda perilaku menyimpang.

2. Pusat Rehabilitasi Khusus Anak (Bukan Barak Militer Biasa)

  • Jika anak sudah terlibat narkoba, tawuran, atau perilaku antisosial ekstrem, solusi alternatif seperti pusat rehabilitasi anak dengan pendekatan militer ringan namun edukatif dan humanis bisa dikembangkan.
  • Tempat ini bisa menggabungkan kedisiplinan ala militer, pendekatan psikologi perkembangan anak, pendidikan karakter, keterampilan hidup, dan terapi perilaku.
  • Tenaga pendamping di dalamnya harus terdiri dari psikolog anak, konselor, tokoh agama, pelatih, dan guru pembina karakter.

3. Sekolah dengan Layanan Khusus dan Sistem Restoratif

  • Setiap sekolah idealnya memiliki layanan bimbingan konseling efektif, berorientasi pemulihan (restoratif), bukan hukuman.
  • Penguatan model "Sekolah Ramah Anak dan Disiplin Positif" yang fokus pada hubungan, dialog, dan perubahan perilaku secara berkelanjutan perlu diterapkan.
  • Sekolah juga bisa menyediakan kelas transisi atau ruang pembinaan khusus dengan guru yang dilatih secara profesional menghadapi anak-anak dengan latar belakang sosial dan emosional yang rumit.

4. Pendidikan Karakter yang Terintegrasi

  • Implementasi pendidikan karakter harus lebih konkret, bukan hanya menjadi wacana atau tempelan dalam kurikulum.
  • Pembelajaran harus menyisipkan nilai empati, tanggung jawab, kemandirian, dan regulasi emosi dalam praktik sehari-hari, seperti dalam kegiatan proyek, diskusi kelompok, atau kegiatan sosial.

5. Intervensi Dini & Sistem Deteksi Dini

  • Sekolah dan pemerintah daerah harus memiliki sistem yang mampu mendeteksi gejala kenakalan sejak awal (misalnya bolos, perilaku agresif, malas belajar, tidak disiplin).
  • Dengan adanya pengawasan dan intervensi dini, anak-anak tidak akan sampai pada level ekstrem.

6. Kampanye Kesadaran dan Ruang Ekspresi Anak

  • Buat ruang aman dan menyenangkan bagi remaja untuk menyalurkan energi mereka: klub minat, ruang kreatif, festival seni, pelatihan vokasional.
  • Anak-anak yang memiliki ruang aktualisasi dan merasa dihargai akan lebih sedikit yang merasa perlu melawan aturan atau mencari perhatian dengan cara yang merusak.

7. Evaluasi dan Pendampingan Kebijakan Secara Berkala

  • Kebijakan semacam pengiriman ke barak militer perlu diuji dampaknya secara ilmiah, harus memiliki perubahan perilaku yang lebih baik jika tidak tentu program ini perlu evaluasi.
  • Harus ada mekanisme pengawasan, evaluasi, dan revisi yang dilakukan oleh tim ahli independen, termasuk akademisi, psikolog anak, dan pemerhati hak anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun