Keponakan sering kali membawa kebahagiaan dalam keluarga. kelucuan dan kepolosannya membuat keberadaannya selalu membuat tertawa. Tetapi ada saat-saat di mana mereka bisa membuat orang dewasa terdiam, berpikir keras, bahkan menyerah dalam perdebatan! Logika yang mereka gunakan sering kali unik dan tak terduga, membuat kita bertanya-tanya: siapa yang sebenarnya menang dalam pertarungan ini?
Siapa sih yang disebut keponakan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keponakan adalah: Anak dari saudara laki-laki atau perempuan; keponakan = kemenakan. Jadi, keponakan bisa merujuk pada anak dari saudara kandung, baik itu anak dari kakak maupun adik.
Dalam Islam, keponakan termasuk dalam mahram, yaitu orang yang haram untuk dinikahi. Dari beberapa kriteria mahram keponakan termasuk bagian dari mahram disebabkan  nasab. Mahram karena nasab adalah mahram yang berasal dari hubungan darah atau hubungan keluarga.
Allah Ta'ala berfirman dalam surat An-Nissa ayat 23, yang artinya
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari itri mu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Maka hubungan keponakan dengan adik atau kakak ibunya sangat lah dekat hampir-hampir seperti anak sendiri. Jadi wajar jika banyak keponakan yang lengket dengan bibi, tante, Paman, makcik, Pakcik, Bude, pakde, uwak, uwo dan lain-lain pastinya tiap daerah mempunyai panggilan yang berbeda-beda untuk saudara kandung ibu atau ayahnya.
Sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara. tentunya aku memiliki banyak keponakan. Bahkan beberapa keponakan, berada dalam pengasuhanku. Jadi di saat aku sendiri belum punya bayi aku sudah terbiasa mengurus popok bayi, makan bayi, hingga memandikan bayi. Mereka sudah kuanggap seperti anak sendiri. Setelah tumbuh menjadi kanak-kanak mereka semakin lengket, bahkan rela ditinggal saat ayah dan ibu mereka pergi., mereka tetap gembira saat tinggal di rumah bersamaku. Tingkah polah mereka tidak jarang membuat kesel tetapi mereka juga selalu bikin aku bahagia, dan tertawa. Meskipun aku harus rela setiap hari rumah berantakan karena mereka.
Bikin rusuh memang sudah pekerjaannya sehari-hari. Bukan keponakan namanya kalau satu hari tidak bikin ulah. Suatu hari, Aku menemukan bunga kesayanganku sudah lepas dari tangkainya. Bunga itu setiap hari kurawat dengan kasih sayang. Jika mekar usia mekarnya bisa sampai 1 bulan. Namun bunga yang kusayang-sayang tersebut sudah hilang lenyap entah ke mana. pikiranku langsung mengarah kepada salah satu keponakanku.
" ini pasti kerjakan keponakan" pikirku dalam hati.
Dengan sedikit emosi aku berlari ke rumah keponakan tersebut yang kebetulan masih satu halaman dengan rumahku. Benar saja aku menemukannya sembunyi di samping kamar mandi dengan wajah ketakutan dan rasa bersalah, padahal belum juga aku marah.
Dasar keponakan wajah culunnya membuat aku seketika lemah, emosi yang sudah hampir mencelat keluar dari ubun-ubun langsung turun kembali. Tak satu kata pun sanggup kulontarkan untuk marah, yang ada aku malah rasa sedih, kasihan melihat wajah memelasnya. Alih-alih marah aku malah sibuk menenangkannya agar tidak merasa takut. Aku merasa lebih khawatir kalau mentalnya menjadi down. Belum dimarah saja sudah ketakutan apa lagi jika aku benar-benar marah. Hanya ada sedikit perbedaan antara mengalah dan kalah. Entah aku sedang mengalah atau sebenarnya aku sedang kalah.