Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pendidikan Karakter Sebagai Bagian dari Pendidikan Politik

4 April 2017   06:48 Diperbarui: 4 April 2017   21:22 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan Politik. (Ilustrasi : cdns.klimg.com)

Salah satu agenda dari Nawa Cita Presiden Joko Widodo adalah penguatan karakter bangsa. Mengapa harus diperkuat? Karena Jokowi melihat bahwa saat ini karakter bangsa Indonesia lemah, sehingga perlu diperkuat. Lemah dalam hal apa? Bisa jadi lemah dalam berbagai bidang, baik dalam prestasi, daya saing, maupun dalam bidang kehidupan politik, sosial, pendidikan, maupun penegakkan hukum.

Inti dari penguatan karakter bangsa adalah mengembalikan jati diri bangsa. NIlai-nilai sepeti nasionalisme, gotong royong, integritas, kemandirian, dan religius diharapkan kembali muncul sebagai identitas bangsa Indonesia ditengah degradasi karakter bangsa karena digerus oleh nilai-nilai liberalisme.

Salah satu media strategis penguatan karakter adalah melalui pendidikan, khususnya pendidikan politik. Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mengatakan bahwa pendidikan politik diarahkan agar warga negara melek politik, punya tanggung jawab, dan berujung pada terbentuknya good and smart citizenship.

Sejatinya, pendidikan politik bertujuan membentuk warga negara yang cerdas dan baik. Realitas kondisi saat ini, banyak sekali praktek kehidupan politik yang jauh dari tujuan pendidikan politik. Para politisi berebut kuasa, menghalalkan segara cara, korupsi semakin menjadi-jadi, suap semakin merajalela, penegakkan hukum masih diskriminatif, tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.

Kekuasaan disalahgunakan untuk memperkaya diri dan kelompoknya, bukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Setelah anggota DPR disebut seperti siswa Taman Kanak-kanak (TK) oleh Almarhum Gus Dur, anggota DPD pun ricuh pada saat sidang paripurna karena berseteru urusan masa jabatan pimpinan DPD (03/04/2017). Hal ini sungguh sangat ironis, sangat memprihatinkan, sekaligus sangat memalukan. Hal yang mereka lakukan tidak patut menjadi contoh bagi masyarakat yang mereka wakili.

Pilkada DKI telah banyak menguras energi bangsa ini. Walau lingkupnya lokal, tapi ributnya level nasional. Di tengah-tengah masyarakat terjadi benturan yang hebat, perang opini dan HOAX menyebar di media sosial. Rasa kebangsaan dan persatuan terkoyak seiring dengan dugaan kasus penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok.

Karena perilaku para elit politik yang mencederai perasaan rakyat, maka politik diidentikkan dengan dunia yang penuh dengan intrik, kotor, tidak ada lawan atau kawan yang abadi, tetapi yang ada hanya kepentingan abadi, padahal sejatinya politik bertujuan mulia, yaitu mengatur negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Partai politik (parpol) gagal mewujudkan perannya menghasilkan kader-kader atau calon pemimpin yang bersih. Berdasarkan hasil beberapa survei, parpol dinilai sebagai salah satu institusi yang paling korup dan tidak transparan urusan pengelolaan keuangannya. Banyak kader parpol yang terjerat korupsi dan suap. Parpol hanya menjadikan dirinya sebagai kendaraan bagi pihak-pihak yang ingin berkuasa. Oleh karena itu, banyak terjadi politik transaksional dan politik dagang sapi di lingkungan parpol.

Kehidupan masyarakat pun masih jauh untuk mewujudkan masyarakat madani sebagaimana yang dicita-citakan pada awal bergulirnya reformasi. Tindakan anarki, main hakim sendiri, perilaku tidak disiplin, tidak taat pada hukum masih banyak terjadi. Masyarakat kita sedang sakit dan krisis jati diri. Nilai-nilai Pancasila telah banyak dilupakan dalam kehdupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, saat segenap elemen bangsa harus diserukan untuk kembali kepada nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan karakter merupakan bagian tidak terpisahkan dari pendidikan politik. Hal ini perlu dilakukan baik di lingkungan pendidikan formal, informal, maupun masyarakat secara umum. Pendidikan politik bertujuan untuk membangun setiap warga negara menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Pendidikan politik tidak identik dengan urusan politik praktis, tetapi bagaimana setiap warga negara dibangun mentalnya untuk memiliki atribut kebangsaan yang positif seperti cinta tanah air, rela berkorban, demokratis, dan gotong royong, serta mampu berpartisipasi dalam membangun bangsa termasuk menjadi pemilih yang cerdas dan dewasa dalam pemilu atau pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun