Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Penanganan Kasus Kekerasan di Satuan Pendidikan dan Tantangan Memanusiakan Manusia

16 Oktober 2025   20:14 Diperbarui: 16 Oktober 2025   20:14 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

MENGEMBALIKAN RUH PENDIDIKAN: 

REFLEKSI PENANGANAN KASUS KEKERASAN DI SATUAN PENDIDIKAN DAN TANTANGAN MEMANUSIAKAN MANUSIA

Oleh Idris Apandi, Praktisi Pendidikan

 

Pendidikan sejatinya bukan sekadar proses mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi proses memanusiakan manusia. Itulah hakikat pendidikan sebagaimana ditekankan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, yang menyebutkan bahwa pendidikan harus berorientasi pada pembentukan manusia seutuhnya --- manusia yang beradab, cerdas, dan bermoral. Dalam konsep Tri Pusat Pendidikan, Ki Hajar menegaskan bahwa tanggung jawab pendidikan adalah tugas bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiganya harus bersinergi agar proses pendidikan berlangsung utuh dan bermakna.

Namun, dalam realitas hari ini, sinergi itu sering kali rapuh. Pendidikan menjadi beban salah satu pihak --- terutama guru --- sementara peran orang tua dan masyarakat tidak seimbang. Akibatnya, tugas guru menjadi sangat berat, bahkan kadang membuatnya berada dalam posisi serba salah: ketika terlalu lembut, murid menjadi tidak disiplin; ketika tegas, guru justru dianggap melanggar hak anak. Inilah potret kompleks dunia pendidikan kita hari ini.

Keluarga: Sekolah Pertama yang Semakin Terlupakan

Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama. Di rumah, anak pertama kali belajar berbicara, bersikap, menghargai, dan berinteraksi. Nilai-nilai seperti sopan santun, tanggung jawab, dan empati seharusnya ditanamkan di rumah sebelum anak mengenal dunia luar. Pola asuh orang tua sangat menentukan karakter anak.

Sayangnya, di era modern ini, banyak orang tua yang abai terhadap peran pendidikannya. Kesibukan bekerja, gaya hidup konsumtif, dan kemudahan teknologi membuat sebagian orang tua menyerahkan seluruh tanggung jawab pendidikan kepada sekolah. Anak lebih banyak "diasuh" oleh gawai dan media sosial, ketimbang oleh orang tuanya sendiri. Padahal, pola asuh yang kurang bijak di rumah menjadi akar dari banyak masalah perilaku di sekolah: anak sulit diatur, tidak sopan, bahkan kehilangan empati terhadap orang lain.

Lebih ironis lagi, ketika terjadi masalah di sekolah, sebagian orang tua justru memposisikan diri sebagai pembela anak tanpa mau mendengarkan versi guru. Ketika anak dihukum atau ditegur karena melanggar aturan, orang tua sering kali langsung bereaksi emosional. Bukannya berdialog, mereka malah membawa persoalan itu ke media sosial atau bahkan ke pihak berwajib. Fenomena ini semakin mengikis kepercayaan antara sekolah dan keluarga, padahal keduanya seharusnya menjadi mitra sejajar dalam mendidik anak.

Sekolah: Mitra Orang Tua yang Kini Kehilangan Wibawa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun