Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama FEATURED

Bagaimana Menyikapi Nilai Rapor?

22 Juni 2021   16:38 Diperbarui: 11 Juni 2022   07:04 1945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demi meminimalisir kontak langsung dan menciptakan kerumunan, pembagian rapor siswa di tengah pandemi Covid-19 ini dilakukan dengan beragam cara (Sumber: foto.edukasi.kompas.com)

Akhir semester atau akhir tahun pelajaran orang tua yang menyekolahkan anak mendapatkan buku rapor dari sekolah. Setiap orang tua tentunya senang jika nilai yang dicapai oleh anaknya bagus, apalagi jika sampai masuk ke jajaran peserta didik berprestasi.

Angka-angka yang tertera pada buku rapor meliputi nilai pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Walau demikian, biasanya nilai aspek pengetahuan yang cenderung lebih mendapatkan perhatian dari orang tua dibandingkan nilai sikap dan keterampilan. Mengapa? 

Karena kebiasaan dari sekian puluh tahun yang lalu bahwa prestasi anak dilihat dari deretan nilai (angka) pada buku rapor. Apalagi zaman dulu dikenal adanya rangking yang menjadi ukuran prestasi seorang peserta didik dalam satu kelas atau satu sekolah.

Buku rapor yang diterima oleh orang tua selain bentuk pencapaian prestasi anak dalam satu semester atau satu tahun, juga menjadi bahan evaluasi dan refleksi sejauh mana perannya dalam membimbing anaknya di rumah. Apalagi dalam kondisi pandemi saat ini, kegiatan belajar anak banyak dilakukan di rumah karena sekolah ditutup untuk kegiatan belajar tatap muka. 

Beberapa hasil kajian menyimpulkan bahwa belajar dari rumah (BDR) yang terlalu lama menyebabkan menurunnya mutu pembelajaran (learning loss). 

Target kurikulum yang telah ditetapkan banyak yang tidak tercapai. Oleh karena itu, rencananya Kemdikbudristek/Kemenag akan melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas pada tahun pelajaran 2021-2022 agar pembelajaran bisa normal kembali.

Kendala yang dihadapi saat BDR antara lain kepemilikan smartphone/gawai, laptop, akses internet, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran daring menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), kesiapan belajar peserta didik, dan kesiapan orang tua dalam membimbing kegiatan belajar anak di rumah, termasuk dalam hal penguasaan TIK-nya. 

BDR telah melahirkan kesadaran dan pengakuan dari orang tua terhadap pentingnya peran guru. Membimbing satu orang anak saja susahnya luar biasa, apalagi membimbing puluhan bahkan ratusan anak seperti yang dilakukan oleh guru di sekolah. Pastinya akan jauh lebih sulit.

Kejenuhan dan kebosanan peserta didik, guru, dan orang tua selama BDR tidak dipungkiri banyak terjadi. Guru sudah melakukan berbagai upaya agar pembelajaran daring tetap menarik, menantang, sekaligus menyenangkan bagi peserta didik, tapi hasilnya belum tentu seperti yang diharapkan. 

Peserta didik banyak yang lebih menghabiskan waktunya bermain game online dan bermain TikT ok dibandingkan belajar atau mengerjakan tugas. 

Orang tua stres karena anak sulit diatur, sulit dibimbing belajar dari rumah, dan tidak setiap orang tua memiliki kemampuan untuk mendampingi atau membimbing belajar di rumah. 

Dampaknya, terjadi tindakan kekerasan dari orang tua terhadap anak. Walau tidak dibenarkan, pada akhirnya banyak orang tua yang mengalah. 

Tugas yang seharusnya dikerjakan oleh anaknya, akhirnya (dibantu) dikerjakan oleh orang tua karena anaknya ogah-ogahan mengerjakan tugas dari guru.

Nilai rapor yang dicapai oleh peserta didik pada masa pandemi mungkin belum mencerminkan kemampuan anak yang sebenarnya karena terbatasnya proses pembelajaran baik secara daring atau pun luring. Hal tersebut perlu dipahami dan perlu dimaklumi oleh orang tua. 

Dalam kondisi seperti ini guru pun tidak bisa memasang target yang tinggi. Untuk bisa memastikan anak hadir dalam pembelajaran daring saja sudah menjadi sebuah perjuangan yang berat.

Ada kasus dimana tugas-tugas yang diserahkan oleh peserta didik secara daring kualitasnya bagus bahkan mendekati sempurna. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa kemungkinan. 

Pertama, mungkin karena anaknya memang mampu mengerjakannya dengan baik. Kedua, minta bantuan mbah Google, dan ketiga, pengerjaannya dibantu oleh orang tua atau anggota keluarga yang lain. 

Tuntutan untuk mencapai nilai tinggi kadang menyebabkan tugas tidak dikerjakan secara orisinal oleh peserta didik atau ingin mengambil mudahnya saja mencari dari internet.

Berapa pun nilai rapor yang dicapai oleh anak, orang tua tetap perlu memberikan apresiasi dan motivasi kepadanya agar prestasinya meningkat di masa yang akan datang. 

Maksud peningkatan prestasi di sini bukan dalam artian setiap mata pelajaran nilainya harus tinggi, tapi minimal mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh guru. 

Anak memiliki minat dan bakat yang berbeda. Orang tua tidak bisa memaksakan anaknya agar sesuai dengan keinginannya. Peran orang tua hanya memfasilitasi, mendorong, dan mendukung anak menemukan jati dirinya dan mengembangkan potensinya untuk mencapai sukses di masa depan.

Begitu pun guru, tidak dapat memaksakan setiap peserta didik menyukai mata pelajaran yang diampunya. Peserta didik memiliki beragam minat dan gaya belajar. 

Hal tersebut yang perlu diperhatikan oleh guru. Mungkin ada peserta didik yang tampak antusias belajar pada mata pelajaran tertentu tapi kurang antusias pada mata pelajaran lainnya. 

Jika ada kasus peserta didik kurang antusias belajar pada setiap mata pelajaran, mungkin dia memiliki masalah terkait kejiwaannya atau dampak dari masalah yang terjadi di lingkungan rumahnya. Peran guru BK dan wali kelas diperlukan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik.

Terkait pencapaian hasil belajar peserta didik, guru pun tentunya perlu melakukan refleksi sejauh mana strategi pembelajaran yang telah dilakukannya selama tahun pelajaran yang telah berlangsung dan menyusun perbaikan pada tahun pelajaran baru.

Intinya, guru harus memiliki jiwa reflektif sekaligus jiwa pembelajar. Tantangan yang dihadapi oleh setiap guru pada setiap tahun tentunya beragam karena peserta didik yang diajarnya pun berbeda-beda. 

Satu pendekatan yang diterapkan pada kelas tertentu belum tentu cocok diterapkan pada kelas yang lainnya. Di sinilah kemampuan guru dalam mengidentifikasi kemampuan dan gaya belajar peserta didik diperlukan agar mampu menerapkan strategi pembelajara yang tepat.

Bagi peserta didik, nilai yang tercantum pada buku rapor adalah gambaran upaya yang telah dilakukan selama proses pelajar. Sebuah pepatah bijak mengatakan bahwa hasil tidak mengkhianati usaha. 

Jika belajarnya serius, maka hasil belajar yang didapatkan pun akan baik. Sebaliknya, jika belajar kurang serius, malas-malasan, maka hasilnya pun kurang memuaskan. 

Walau secara teori, guru harus melaksanakan penilaian secara otentik, tetapi pada praktiknya tidak tertutup kemungkinan ada "nilai kasih sayang" atau "nilai kasihan" dari seorang guru kepada peserta didik. Tujuannya untuk "menolong" peserta didik yang nilainya kurang.

Jika nilai yang didapatkannya kurang optimal, maka peserta didik dengan bimbingan orang tua dan guru perlu meningkatkan upayanya dalam belajar agar lebih giat. 

Belajar itu susah tapi akan lebih susah lagi kalau tidak belajar. Belajar adalah sebuah proses dan belajar perlu waktu. Anak yang cerdas tidak identik menguasai atau terampil pada setiap mata pelajaran. 

Fokus kembangkan minat dan bakat yang dimiliki sebagai bekal di masa depan. Tidak ada anak yang bodoh, tapi yang ada adalah anak yang memerlukan waktu yang berbeda dalam menyerap ilmu yang disampaikan oleh guru.

Kesuksesan di masa depan bukan ditentukan oleh berderetnya nilai pada buku rapor dan ijazah, tetapi sejauh mana dia memiliki kecakapan hidup (life skill) dan soft skill, seperti disiplin, kerja keras, sungguh-sungguh, pantang menyerah, kreatif, dan inovatif. 

Selamat bagi peserta didik yang nilai rapornya bagus dan bagi peserta didik yang nilai rapornya belum memuaskan, tingkatkan upayanya di tahun depan. 

Wallaahu a'lam.

Oleh: IDRIS APANDI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun