Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Berbasis Kompetensi dan Berkarakter

26 Oktober 2019   18:54 Diperbarui: 26 Oktober 2019   19:04 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Olah hati berkaitan dengan upaya atau proses menumbuhkan budi pekerti yang baik (etika, adab, akhlak, moralitas, sopan-santun, dll.) kepada peserta didik. Nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin menjadi modal utama kesuksesan seseorang di masa depan. Hasil penelitian Howard Gardner (2002) menyatakan bahwa kesuksesan seseorang 20 persen ditentukan oleh hard skill (intelektualitas) dan 80 persen ditentukan oleh soft skill (kepribadian). Oleh karena itu, hal tersebut perlu mendapatkan porsi yang penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran di satuan pendidikan.

Tugas guru bukan hanya sekadar mengajar, mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) saja, tetapi juga menginternalisasikan nilai-nilai baik (transformation of value) kepada peserta didik. Oleh karena itu, fungsi pendidikan jangan sampai tereduksi menjadi hanya sekadar fungsi persekolahan, tetapi harus menjadi tempat menyemaikan karakter baik untuk peserta didik. Karakter disamping perlu diajarkan, juga perlu dibiasakan, dan dibudayakan. Dan yang paling utama adalah diteladankan oleh pendidik dan tenaga kependidikan.

Kaitannya dengan hal ini, Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara mengingatkan bahwa sekolah harus menjadi taman belajar bagi siswa. Driyarkara juga mengingatkan bahwa hakikat pendidikan untuk memanusiakan manusia, oleh karena itu, peserta didik harus diperlakukan secara manusiawi. Anies Baswedan yang menjabat Mendikbud dari tahun 2014-2016 sering menyampaikan bahwa sekolah harus menjadi taman belajar bagi peserta didik dan pentingnya pendidikan yang memanusiakan.

Olah raga erat kaitannya dengan mempersiapkan fisik atau jasmani peserta didik agar sehat dan kuat. Kesehatan merupakan modal penting agar setiap aktivitas dapat dilaksanakan dengan lancar. Kalau seseorang yang sakit tentunya tidak terhambat dalam bekerja, dan produktivitasnya menurun.

Kesehatan fisik sebenarnya tidak bisa dilepaskan dengan kesehatan psikis (hati). Kondisi psikis yang kurang baik dapat berdampak terhadap kondisi fisik yang juga ikut sakit, dan sebaliknya, kondisi psikis yang baik akan berdampak membentuk kondisi fisik yang baik.

Dari konteks Pendidikan karakter, sebenarnya olah raga bukan hanya untuk membentuk fisik seseorang, tetapi juga dari membentuk kepribadiannya. Nilai-nilai karakter yang bisa dipelajari dari olah raga antara lain; sportivitas, kerja keras, sungguh-sungguh, kerjasama, pengendalian diri, kepemimpinan, saling menghormati, saling menghargai, dan sebagainya.

Saya pernah mendengar motto dari sebuah cabang olah raga beladiri, yaitu: "Orang hebat itu bukan bisa mengalahkan orang lain, tetapi mengalahkan diri sendiri." Olah raga boxer memiliki motto : "Aku ramah bukan berarti takut. Aku tunduk bukan berarti takluk." Hal itu menunjukkan bahwa seorang yang belajar ilmu bela diri bukan untuk jago-jagoan atau menyakiti orang lain, tetapi untuk mengalahkan dirinya sendiri dan membela diri saat diperlukan.

Olah rasa erat kaitannya dengan seni, karya, dan estetika (keindahan). Rasa memang kadang bersifat subjektif. Sesuatu yang menurut orang lain baik, belum tentu menurut kita, dan sebaliknya, sesuatu yang menurut kita baik, belum tentu menurut orang lain.  Misalnya, rasa sebuah sambal menurut kita terlalu pedas, tetapi menurut orang yang lain yang penyuka pedas, mungkin dianggap biasa-biasa saja.

Proses Pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian seseorang. Melalui proses pengolahan rasa, peserta didik diharapkan menjadi orang yang "pandai merasa", bukan merasa pandai. Melalui pengasahan rasa, peserta didik dibentuk untuk memiliki sikap empati, peduli, dan simpati terhadap penderitaan orang lain.

Karsa erat kaitannya dengan kepeloporan, mau, atau berani untuk memulai dan mengampanyekan hal-hal yang baik, dan menghasilkan sebuah produk yang baik. Seseorang yang memiliki karsa yang baik, melakukan sesuatu tanpa pamrih, dilandasi oleh prakarsa atau kemauan diri sendiri.  Karsa juga erat kaitannya dengan kreativitas dan inovasi. Di era digital dan revolusi industri 4.0, karsa inilah yang diperlukan agar seseorang bisa maju, karena karsa bisa melahirkan kreativitas dan inovasi. 

UNICEF menyampaikan tentang empat pilar pendidikan, yaitu : (1) learning to know (belajar untuk tahu), (2) learning to do (belajar untuk melakukan), (3) learning to be (belajar untuk menjadi), (4) learning to live together (belajar untuk hidup bersama dengan masyarakat).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun