Pengakuan terhadap karya dan prestasi guru diperlukan untuk membangun motivasi dan meningkatkan prestasinya. Prestasi yang saya maksud bukan hanya prestasi bukan hanya menjadi juara lomba-lomba, tetapi atas keberhasilanya melaksanakan tugasnya dengan baik di sekolah. Misalnya menjadi guru yang disiplin, sukses menjadi wali kelas, sukses membimbing kegiatan ekstrakurikuler, dan sebagainya. Dengan demikian, pengakuan, penghargaan atau apresiasi terhadap karya dan prestasi guru akan menjadi sarana untuk "memanusiakan" guru.
Pemerintah melalui berbagai forum dan kegiatan telah memberikan penghargaan kepada guru. Semoga hal ini menjadi pemicu dan pemacu peningkatan profesionalisme guru. Walau demikian, guru bukan hanya didorong untuk berkompetisi, tetapi juga berkolaborasi dan membangun sinergi.
4. Guru Perlu Perlindungan
Perlindungan guru diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Terbitnya Permendikbud ini dilator belakang oleh keresahan yang dialami guru pada saat melaksanakan tugas dengan tuduhan melanggar hak anak. Banyak guru yang mengalami tindakan main hakim sendiri atau dikriminalisasi oleh tua siswa yang merasa tidak terima anaknya mendapatkan "tindakan kekerasan" dari guru.
Bentuk-bentuk perlindungan yang diatur dalam Permendikbud tersebut antara lain: (1) perlindungan profesi, (2) perlindungan hukum, (3) perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, dan (4) hak atas kekayaan intelektual. Pemerintah dan organisasi profesi guru harus mengawal bahwa perlindungan guru benar-benar dilaksanakan.
5. Guru Berwirausaha
Walau tugas pokok guru adalah mengajar dan mendidik, tetapi tidak dapat dipungkiri, ada guru yang membangun wirausaha, berdagang, menjadi agen produk tertentu, membuka jasa bikin kue, jasa rias pengantin, foto copy, percetakan, memiliki group hiburan, dan sebagainya. Menurut saya, hal itu sah-sah saja sepanjang kegiatannya tersebut tidak mengganggu tugas utamanya sebagai guru.
Walau guru sudah disertifikasi, tetapi tetap saja ingin menambah penghasilan karena terdorong oleh kebutuhan atau keinginan. Kebutuhan manusia terbatas tetapi keinginan manusia tidak terbatas. Dan memang ada juga guru yang memiliki jiwa bisnis
6. Tingginya Tingkat Perceraian Guru
Hal ini sebenarnya kurang nyama untuk dibahas, tetapi realitanya memang ada dan tidak terbantahkan. Berdasarkan penelusuran berita yang saya lakukan di mesin pencari google, cukup banyak dijumpai berita-berita tentang perceraian. Meningkatnya penghasilan dan tingkat pendidikan yang tinggi, bukanlah jaminan guru bisa hidup harmonis. Adanya pihak ketiga dan gaya hidup hedonis disinyalir menjadi pemicu tingginya. Bahkan ada yang menghubung-hubungkan sertifikasi dengan tingginya angka perceraian guru.
Di Kendal, Jawa Tengah angka perceraian di kalangan pegawai negeri sipil (PNS) terutama guru di Kabupaten Kendal relatif tinggi. Pengadilan Agama (PA) setempat mencatat selama 2012-2013 ada 13 guru PNS yang bercerai. (Sindonews, 07/07/2014). Di Gresik, Jawa Timur, misalnya jumlah perceraian guru pada 2012 sebanyak 10 orang, tahun 2013 ada 16 orang, tahun 2014 ada 23 orang dan pada tahun 2015 ada 28 orang. (Jpnn, 27/07/2016).