Mohon tunggu...
Idna Nawfa
Idna Nawfa Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pebisnis dan Sastrawan

"Gagal, Ulangi; Salah, Perbaiki; Berhenti, Mati".

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menilik Keadilan ala Marx Melalui Sosialism Justice

12 Agustus 2019   20:48 Diperbarui: 12 Agustus 2019   20:53 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.pinterest.com/ALWYNtwo

Pasca kebangkitan akal sehat atau yang biasa kita sebut sebagai era "filsafat", secara fungsional telah merevolusi metode berfikir manusia tentang hal-hal yang paling fundamental. 

Salah satu transisi yang bisa kita cermati adalah mengenai hubungan material-ruhaniah. Yang pada perjalanannya terus mengalami dialektika tajam untuk membongkar proteksifitas manusia.

Menurut Hegel (seorang filosof Jerman), kekuatan yang menggerakkan sejarah itu adalah ruh atau akal dunia. Sedangkan menurut Marx adalah kebalikannya. Ia menganggap justru perubahan material itulah yang mempengaruhi sejarah. 

"Hubungan ruhaniah" tidak menciptakan perubahan material, tapi sebaliknya. Perubahan material yang menciptakan hubungan-hubungan ruhaniah (baca: akal dunia) yang baru.

Marx sendiri menekankan lebih jauh bahwa hanya "masyarakat penguasa" yang dapat menentukan norma-norma mengenai apa yang benar dan salah. 

Sebab sejarah dari seluruh masyarakat yang ada sekarang merupakan (hasil) sejarah perjuangan kelas. Dengan kata lain, sejarah pada prinsipnya adalah tentang masalah siapa yang memiliki sarana produksi.


Marx secara khusus menekankan bahwa kekuatan ekonomi dalam masyarakatlah yang menciptakan perubahan dan karenanya menggerakkan sejarah kedepan. 

Inilah mengapa Marx disebut sebagai bapak materialisme. Namun saya tidak ingin membahas itu, melainkan lebih kepada cara pandang Marx dalam mendefinisikan "KEADILAN". Mari kita kupas.

 **

Seperti yang kita ketahui bahwa Marx adalah pencetus apa yang disebut sebagai "Sosialis-komunis (me)". Inti dari paham tersebut adalah tentang (usaha) penyamarataan material atau dalam istilah lain saya menyebutnya sebagai "kehormatan pekerja". Perhatian ini timbul sebagai kritik Marx terhadap kaum kapitalis.

Di bawah sistem kapitalis, pekerja bekerja untuk orang lain. Oleh karena itu pekerjaannya merupakan sesuatu yang tidak dimilikinya. Pekerja menjadi asing dengan pekerjaannya, tapi pada saat yang sama dia juga menjadi asing dengan dirinya sendiri. Dia kehilangan sentuhan dengan realitasnya sendiri. 

Marx mengatakan bahwa pekerja itu menjadi "terasing". Pendeknya, dalam situasi yang mestinya merupakan kehormatan bagi umat manusia,  yaitu bekerja, pekerja justru diubah menjadi hewan pengangkut beban. 

Inilah yang melandasi pemikiran Marx dalam upaya menciptakan keadilan melalui "Sebaran". Bukan hanya dari aspek benda transaksional (uang) saja, melainkan pada kepemilikan sarana produksi secara menyeluruh. 

Yang pada akhirnya tidak ada lagi kelas-kelas dalam masyarakat. Marx menyebut kondisi ini dengan ungkapan "Keadilan hanya bisa diciptakan melalui masyarakat tanpa kelas" atau masyarakat yang setara.

 Lebih lanjut, Marx meyakini ada sejumlah kontradiksi yang melekat dalam metode produksi kapitalis. Dan karena hal ini juga Marx sangat membenci kapitalisme. 

Menurutnya, Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang dapat menghancurkan dirinya sendiri, sebab ia tidak punya kontrol rasional. Mengapa demikian?

Pertama, saat pemodal mendapatkan kelebihan uang  (margin) yang sangat banyak misalnya. Tentu secara hasrat, margin ini akan digunakan untuk memodernkan pabriknya sebagai usaha efesiensi dan efektifitas produksi.

Pemodal akan membeli mesin baru dan karenanya tidak lagi memerlukan banyak tenaga kerja. Dia melakukan ini dalam upaya untuk meningkatkan daya saingnya. 

Pabrik semakin lama menjadi makin besar, dan lambat laun terpusat di tangan yang jumlahnya makin sedikit. Lantas apa yang akan terjadi? Tentu semakin sedikitnya pekerja yang dibutuhkan, yang berarti semakin banyak jumlah pengangguran dan secara otomatis akan menurunkan daya beli masyarakat secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, masalah sosial semakin meningkat, dan krisis semacam ini menjadi tanda bahwa kapitalisme sedang menuju kehancurannya sendiri. Inilah mengapa dalam sistem kapitalis selalu banyak memakan korban, termasuk pelakunya sendiri.

 Dalam prakteknya, Marxisme mendorong timbulnya pemberontakan-pemberontakan besar. Inilah mengapa marxisme atau sosialisme di kecam oleh banyak pihak karena dianggap akan mengganggu stabilitas sosial-ekonomi-politik yang sudah ada. 

Di banyak tempat, oleh karena semangat sosialis yang tinggi para pengikutnya, paham Marxisme ini tumbuh menjadi hantu di tataran benua biru dan sekitarnya. Bahkan telah meluas ke benua afrika dan asia, termasuk Indonesia.

Namun, dari pemikiran Marx ini kita bisa mengambil satu hikmah bahwa bagaimanapun manusia adalah manusia. Ia tidak boleh di renggut kehormatannya, baik secara eksistensial maupun emosional. Ia tidak boleh diperlakukan sebagai alat untuk mencapai birahi materialis manusia lain. 

Ia harus dihormati, dihargai dan diberikan hak sebagai mestinya. Inilah mengapa dalam sistem ekonomi Islam goalsnya bukan hanya berorientasi pada profit semata, tapi juga pada maslahah atau kebermanfaatan untuk yang lain. Hal ini diwujudkan pada apa yang kita sebut "ZISWAF" (Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf).

 Terakhir, saya ingin menutup celotehan ini dengan sabda #talijiwo yang mengatakan:

 "Selama manusia masih hidup, selama itu juga mereka tinggal didalam pasar. Kekasih, karena hidup ini pada dasarnya adalah jual beli"....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun