Mohon tunggu...
Fachrian  Luthfi Fadillah
Fachrian Luthfi Fadillah Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hakikat Keadilan dalam Etika Sebuah Jabatan

7 Desember 2019   11:31 Diperbarui: 7 Desember 2019   11:48 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemampuan sikap dan tindakan etis dalam etika jabatan seperti disebutkan di atas, adalah bentuk damai sejahtera yang melampaui segala akal, yang hanya mampu dilakukan bila damai sejahtera yang melampaui segala akal itu senantiasa memelihara hati dan pikiran kita atau siapa pun yang menjabat apa.

Dalam hal ini juga demokrasi dan nasionalisme muncul untuk sebuah keadilan dengan golongan elite, yang apabila golongan elite yang kuat dalam suatu negeri perlu memanfaatkan tenaga rakyat untuk tugas perang dan pembangunan ekonomi, tetapi mereka tidak mau menyerahkan wewenang politik kepada rakyat itu.

Bentuk nasionalisme yang muncul selama demokrasi itu dan intensitas konflik yang disebabkan nya sebagian besar karena tergantung pada kekuatan elite nasionalis, di mana kekuatannya atau kelemahan lembaga-lembaga yang dipakai oleh golongan itu untuk menjalankan kekuasaan, untuk menjalankan jabatan, serta kekuasaan yang digunakan atas media massa.

Kebutuhan negara akan didukung rakyat menimbulkan sepasang tantangan yang saling berlawanan bagi pemimpin-pemimpinnya. Seperti halnya kasus atau sebuah tragedi yang terjadi pada Yahudi Zionis dia berusaha untuk mengendalikan wilayah strategis di Israel dengan penguasa atau pejabat negara yang korup, kaya permanen, menggunakan hak rakyat, memakan keadilan rakyatnya untuk menguasai sebuah komunitas di muslim Arab dan membela kepentingan Israel.

Kalangan pejabat ini dipaksa untuk memelihara hubungan dengan Israel diperuntukkan untuk posisi keamanan, kekuasaan, kehormatan, dan kekayaan. mereka golongan pejabat elite ini mengatur rakyat muslim untuk menerima Israel.

Akhirnya Yahudi Zionis bisa mencapai sebuah puncak kekuasaan tertinggi dalam strategi nya yang membuat bangsa arab tunduk pada kekuasaan mereka sehingga mereka tidak bisa dikatakan pemimpin yang bisa menyimpan mengimplementasikan nilai keadilan dan dengan ancaman ancaman yang dilakukan kepada bangsa arab.


Bagaimana meningkatkan kesetiaan keadilan kepada rakyat serta mengekang tuntutan mereka?. Siapakah yang paling berhak menentukan apa yang layak dan patut bagi dirinya atau bagi orang lain?

Pejabat publik yang bekerja dengan memegang teguh etika jabatan, sekalipun bekerja dalam diam, tapi dampak dari pekerjaannya yang akan berbicara selamanya, mengingatkan beragam pesan dan pengajaran, saat ia dilihat, dirasakan, dikenang dimana saja dan kapan saja. Itu juga bisa terasa sebagai damai sejahtera, sekalipun dirasakan dalam semilir angin yang nyaris tidak terasa dan dalam paradoks keheningan yang riuh, oleh masyarakat atau orang-orang yang dilayaninya.

Setidaknya, hampir setiap manusia merasa bahwa dirinyalah yang berkuasa menentukan sendiri jalan hidupnya. Manusia bahkan tidak sedikit yang menggugat keberadaan Tuhan yang tak terbatas dengan akalnya yang terbatas. Itu hanya bisa dipahami dan dirasakan dengan berbagai rasa yang bisa saja berbeda-beda bagi setiap orang sebagai pengalaman pribadi.

Kepastian hukum dan rasa keadilan dalam paradoks kegunaan yang melampaui segala akal itu, membawa pertentangan dan kedamaian turut serta di dalamnya. Karena benar belum tentu adil, sama halnya dengan adil yang belum tentu benar. Itu hanya bisa dinilai pada akhir sebuah perjalanan, karena kebenaran dan keadilan tidak akan bisa berjalan beriringan bila tidak ada kejujuran.

Jadi pada dasarnya ketika pemimpin memperoleh sebuah jabatan dalam birokrasi di negara ini maka mereka harus bisa melakukan sebuag perubahan terhadap rakyatnya dengan cara menciptakan keadilan yang merata, bukan keadilan karena kepentingan sendiri.

*Penulis adalah mahasiswa semester 1, Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNTIRTA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun