Mohon tunggu...
Fachrian  Luthfi Fadillah
Fachrian Luthfi Fadillah Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hakikat Keadilan dalam Etika Sebuah Jabatan

7 Desember 2019   11:31 Diperbarui: 7 Desember 2019   11:48 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

HAKIKAT KEADILAN DALAM ETIKA SEBUAH JABATAN
*Oleh : IDA ROSIDA

Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang, tidak mudah bagi indonesia membuat makna pancasila bisa benar-benar ter-realisasi untuk sekarang. keadilan itu sendiri sesuatu hal yang penting bagi kesejahteraan bangsa dan rakyatnya, dimana ketika sebuah negara adil akan kehidupan rakyatnya, maka penyelenggaraan negaranya pun akan menjadi baik.

Suatu dasar negara akan menjadi kuat ketika sadar tersebut terlahir dari diri bangsa itu sendiri. Arti adil terhadap sesama manusia didasari oleh diri sendiri sehingga bisa membuat perbuatan yang adil. Keadilan ini bermula ketika adanya pertentangan antara kepentingan individu atau kelompok.

Oleh sebab itu, keberadaan keadilan adalah untuk mempertimbangkan pertentangan secara teliti melalui peraturan peraturan yang ada. Jadi, keadilan itu penting dalam berbagai aspek apapun dalam konteks budaya bangsa dan negara. Dari keadilan itu sendiri berawal dari yang namanya kebebasan (demokrasi).

Keadilan ini berkaitan dengan hukum yang ada di Indonesia, yaitu dengan hukum geopolitik di Indonesia, geopolitik ini berkaitan dengan konflik rasial dalam suatu jabatan dan berkaitan dengan suatu keadilan yang pasti untuk masyarakat di Indonesia ini.

Mari kita ambil contoh hukum pidana Indonesia yang mengenal teritorial Indonesia, maka saat ada ketentuan internasional yang mengatur tindak pidana diluar aturan hukum pidana Indonesia yang berlaku dan kemudian pemerintah Indonesia meratafikasi peraturan tersebut maka Ketentuan tersebut menjadi berlaku di Indonesia.

Adapun hal kritis yang perlu kita pahami adalah apakah peraturan baru tersebut secara geopolitik memang pada hakekatnya berhubungan dengan kepentingan nasional atau merupakan kemenangan kepentingan diluar bangsa Indonesia dalam melakukan kontrol teritorial melalui perangkat hukum.

Maka aturan hukum dari hasil kodifikasi yaitu segala aturan hukum dari bahan hukum tertentu dihimpun untuk kemudian disusun secara sistematis lengkap dan tuntas. Bung Karno sendiri pernah berkata bahwa hukum itu tidak bisa melakukan perubahannya cepat secara signifikan.
Sementara itu, bila berbicara masalah hukum, bahwa hukum ada bukan demi kepastian hukum itu sendiri, melainkan harusnya memenuhi juga rasa keadilan dalam penegakannya.

Bila demikian halnya, lebih mementingkan aspek kepastian hukum dari pada aspek keadilan, maka yang hadir akhirnya adalah sikap dan tindak yang penting benar, secara hukum, walaupun mungkin kurang bermanfaat karena tidak mencerminkan rasa keadilan. Gambaran itu bisa juga terasa dalam hal memangku sebuah jabatan, entah itu di lembaga pemerintah, swasta, atau organisasi lainnya secara umum di masyarakat.

Dengan kata lain, sikap lebih mementingkan aturan dari pada keadilan dalam memaknai sebuah jabatan yang diemban, akan melahirkan sikap pejabat yang hanya menyenangi jabatan, tapi menghindari tanggung jawab dan risikonya.

Tindakan etis dalam etika jabatan, menekankan bahwa pejabat publik seharusnya mendahulukan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi dan golongan. Sikap seperti ini justru di hadapan hukum sering pula dikritik sebagai pencitraan, yang sebenarnya bisa dibilang sebagai pengorbanan, karena sering kali terkesan melampaui hukum meskipun jelas tidak mengabaikan rasa keadilan.

Kemampuan sikap dan tindakan etis dalam etika jabatan seperti disebutkan di atas, adalah bentuk damai sejahtera yang melampaui segala akal, yang hanya mampu dilakukan bila damai sejahtera yang melampaui segala akal itu senantiasa memelihara hati dan pikiran kita atau siapa pun yang menjabat apa.

Dalam hal ini juga demokrasi dan nasionalisme muncul untuk sebuah keadilan dengan golongan elite, yang apabila golongan elite yang kuat dalam suatu negeri perlu memanfaatkan tenaga rakyat untuk tugas perang dan pembangunan ekonomi, tetapi mereka tidak mau menyerahkan wewenang politik kepada rakyat itu.

Bentuk nasionalisme yang muncul selama demokrasi itu dan intensitas konflik yang disebabkan nya sebagian besar karena tergantung pada kekuatan elite nasionalis, di mana kekuatannya atau kelemahan lembaga-lembaga yang dipakai oleh golongan itu untuk menjalankan kekuasaan, untuk menjalankan jabatan, serta kekuasaan yang digunakan atas media massa.

Kebutuhan negara akan didukung rakyat menimbulkan sepasang tantangan yang saling berlawanan bagi pemimpin-pemimpinnya. Seperti halnya kasus atau sebuah tragedi yang terjadi pada Yahudi Zionis dia berusaha untuk mengendalikan wilayah strategis di Israel dengan penguasa atau pejabat negara yang korup, kaya permanen, menggunakan hak rakyat, memakan keadilan rakyatnya untuk menguasai sebuah komunitas di muslim Arab dan membela kepentingan Israel.

Kalangan pejabat ini dipaksa untuk memelihara hubungan dengan Israel diperuntukkan untuk posisi keamanan, kekuasaan, kehormatan, dan kekayaan. mereka golongan pejabat elite ini mengatur rakyat muslim untuk menerima Israel.

Akhirnya Yahudi Zionis bisa mencapai sebuah puncak kekuasaan tertinggi dalam strategi nya yang membuat bangsa arab tunduk pada kekuasaan mereka sehingga mereka tidak bisa dikatakan pemimpin yang bisa menyimpan mengimplementasikan nilai keadilan dan dengan ancaman ancaman yang dilakukan kepada bangsa arab.

Bagaimana meningkatkan kesetiaan keadilan kepada rakyat serta mengekang tuntutan mereka?. Siapakah yang paling berhak menentukan apa yang layak dan patut bagi dirinya atau bagi orang lain?

Pejabat publik yang bekerja dengan memegang teguh etika jabatan, sekalipun bekerja dalam diam, tapi dampak dari pekerjaannya yang akan berbicara selamanya, mengingatkan beragam pesan dan pengajaran, saat ia dilihat, dirasakan, dikenang dimana saja dan kapan saja. Itu juga bisa terasa sebagai damai sejahtera, sekalipun dirasakan dalam semilir angin yang nyaris tidak terasa dan dalam paradoks keheningan yang riuh, oleh masyarakat atau orang-orang yang dilayaninya.

Setidaknya, hampir setiap manusia merasa bahwa dirinyalah yang berkuasa menentukan sendiri jalan hidupnya. Manusia bahkan tidak sedikit yang menggugat keberadaan Tuhan yang tak terbatas dengan akalnya yang terbatas. Itu hanya bisa dipahami dan dirasakan dengan berbagai rasa yang bisa saja berbeda-beda bagi setiap orang sebagai pengalaman pribadi.

Kepastian hukum dan rasa keadilan dalam paradoks kegunaan yang melampaui segala akal itu, membawa pertentangan dan kedamaian turut serta di dalamnya. Karena benar belum tentu adil, sama halnya dengan adil yang belum tentu benar. Itu hanya bisa dinilai pada akhir sebuah perjalanan, karena kebenaran dan keadilan tidak akan bisa berjalan beriringan bila tidak ada kejujuran.

Jadi pada dasarnya ketika pemimpin memperoleh sebuah jabatan dalam birokrasi di negara ini maka mereka harus bisa melakukan sebuag perubahan terhadap rakyatnya dengan cara menciptakan keadilan yang merata, bukan keadilan karena kepentingan sendiri.

*Penulis adalah mahasiswa semester 1, Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNTIRTA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun