Mohon tunggu...
Ida wijayanti
Ida wijayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik

Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Outsourcing dan UMK dalam RUU Cipta Kerja

7 Oktober 2020   05:01 Diperbarui: 7 Oktober 2020   05:05 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja masih menuai kritik meski sudah disahkan menjadi Undang-undang. Salah satu hal yang menjadi fokus penolakan para buruh adalah adanya pekerja kontrak outsourcing dengan kontrak seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan serta dihilangkannya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Namun pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar terkait dengan outsourcing tidak pada status seumur hidup namun hanya dalam rangka menyelesaikan pekerjaan tertentu saja. Pada dasarnya hal ini dilakukan oleh perusahaan jika ada pekerjaan ekstra yang harus dilakukan tanpa menambah jumlah pegawai tetapnya, dengan begitu perusahaan dapat memaksimalkan keuntungan dan juga penggunaan dana untuk produksi. Selain itu pekerja outsourcing juga akan dibayar berdasarkan skill yang dimiliki oleh pekerja tersebut, sehingga tidak asal diberikan gaji rendah.

Terkait dengan UMK pada dasarnya masih ada namun hal tersebut memperhatikan beberapa faktor seperti laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga bertujuan untuk mengontrol tingkat pengangguran di suatu provinsi, jika pada suatu provinsi tingkat pengangguran tinggi dan UMK pada wilayah itu juga tinggi, maka dapat disimpulkan pada wilayah tersebut pada umumnya perusahaan melakukan efisiensi dengan memperkerjakan sedikit karyawan karena UMK yang terlalu tinggi. Dengan begitu tingkat pengangguran pada daerah tersebut akan tetap tinggi dan pada akhirnya menyebabkan rendahnya pertumbuhan ekonomi daerah. Alasan ini lah yang menyebabkan mengapa pada beberapa daerah UMK ditiadakan.

Saat ini resistensi terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja memicu berbagai elemen masyarakat untuk melaksanakan aksi unjuk rasa, termauk kelompok pemuda dan mahasiswa di Indonesia. Hal ini dikhawatirkan akan menciptakan konsolidasi kekuatan serta pergerakan massa dalam jumlah besar baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga berpotensi memicu aksi anarkis dan kerusuhan, mengingat tingginya militansi terutama kelompok pemuda dan mahasiswa di Indonesia. Kondisi tersebut berpotensi semakin memperburuk situasi nasional ditengah pandemi Covid-19, menurunkan kualitas iklim usaha dan investasi Indonesia, serta berpotensi mengancam stabilitas politik, hukum, ekonomi, hingga keamanan di dalam negeri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun