Mohon tunggu...
Ichsan Andika
Ichsan Andika Mohon Tunggu... Lainnya - ...selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Ernst Schnabel meninggal 25 Januari 1986. Siapa tau ada hubungannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tapak Petilasan Sabrang Wetan

27 Maret 2020   09:31 Diperbarui: 27 Maret 2020   09:47 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hijrahnya Baginda Nabi Musa dari Luxor ke Midian pun berkah dari Allah agar jiwa kepemimpinan Baginda tumbuh di kalangan masyarakat petani egaliter. Namun, Kanjeng Nabi Harun tentu masih ingat betapa bobroknya moral bangsa Mesir sepeninggal Nabi Musa. Timbangan tak ada yang tera. Proyek negara semua dikemplangi. Hakim jaksa main mata dengan penjahat. Jangankan kaum Yahudi, Iblis saja bisa membayangkan betapa tersiksanya kaum budak ditengah-tengah masyarakat idiot begitu. Masyarakat Jahiliyah."

Giliran memoriku yang kembali terulang. Di masa hijrahnya Dimas Musa ke Midian, Luxor menjadi kuali panas. Momen yang kumanfaatkan untuk memperkuat tali persaudaraan diantara Bani Israil. Disaat pribumi Mesir gila-gilaan dalam kebatilan, aku dan beberapa saudara dakwahku membangun akhlak. Saling percaya, saling peduli, saling bantu, saling sayang. Meskipun masih ada kerak perpecahan, sekuat tenaga aku memberi motivasi dan alasan agar mereka mempunyai rasa persatuan. Sekembalinya Kanjeng Nabi pada kami, rakyat Bani Israil sudah hamil tua, siap merdeka dari cengkraman kebatilan Mesir.

"Hamba hanya bisa melihat dari jauh saat Jibril seliwar-seliwer naik turun ke perkampungan Yahudi. Kala itu hamba membatin, 'Dibawah situ orang-orang baik sedang bekerja, biar diatas sini sang penjahat menghancurkan kebiadaban.' Berita baik dan peringatan yang para Baginda berikan kala berdakwah di Balairung Istana Luxor, sudah pasti takkan masuk kuping para pembesar. Hamba sudah pastikan otak orang-orang Istana sibuk menggembungkan perut sendiri. Permintaan dakwah Nabi Musa dan Harun kala itu pun sebetulnya tak lebih dari panggung politik faksi yang ingin melemahkan posisi Haman. Gembar-gembor mereka adalah, kaum budak belian Yahudi punya pemimpin yang padu: Putra-putra Imran. Yang sulung orator ulung, yang bungsu pemimpin berkarakter. Dengan menggandeng dua orang itu, kamtibmas kaum Yahudi lebih terjamin. Solusi ini diharapkan makin mendekatkan faksi kontra-Haman kepada Firaun Ramoses. Namun, Haman bukan anak kemarin sore. Bisikan hamba semakin membuat hatinya terbakar. Baginda berdua masih ingat apa yang terjadi, bukan? Tengkuk hamba masih bergidik menyaksikan tongkat Baginda Musa berubah jadi ular naga."

Allahu akbar. Masyaallah. Alhamdulillah. Tak habis-habis aku berzikir mengenang kejadian tersebut. Mengerikan ular itu.

"Ah, pantas saja. Sampai barusan ini terkadang aku masih bingung bagaimana bodohnya orang-orang Istana Firaun itu. Jelas-jelas mukjizat Allah sudah turun kehadapan mereka, kenapa mereka masih ingkar juga? Sudah habis ular para penyihir itu dibantai Anaconda, masih juga tak mendengar dakwah kami. Ternyata, itu hasil kerjamu, Iblis?"

Kanjeng Nabi Musa tersenyum sumringah. Tak terbersit rasa ngeri sedikitpun di matanya kala mengenang peristiwa itu. Mungkin, bagi beliau, peristiwa itu merupakan hiburan. Hatiku tak sekuat hati beliau.

"Tidak, Baginda Yang Mulia. Sejujurnya hamba juga terkejut saat mengetahui reaksi Ramoses. Bisa-bisanya gengsi dan kesombongan menghancurkan nalar dan nurani. Hamba sempat khawatir, mukjizat itu akan serta merta menghapus intrik politik di Istana, sehingga menyebabkan jerih payah hamba selama itu sia-sia. Ternyata, mereka Jahiliyah sejati. Allah yang memberi petunjuk pada mereka yang dikehendaki-Nya, dan Ramoses serta Haman tak masuk dalam daftar."

Kepala patroli mendatangi kami dengan dua piring untuk kami masing-masing; sepotong roti gandum, minyak samin, dan segelas air. Kami lupa malam ini belum makan, dan sepertinya istri-istri kami dari dalam kemah yang mengutus kepala patroli.

"Makan, Iblis?"

"Tak perlu, Baginda Nabi Harun. Hamba sudah kenyang minum air laut 2 hari 2 malam."

Kami bertiga terkekeh. Kepala patroli sudah kembali menjauh. Lalu, Iblis melanjutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun