"Oh iya, aku hampir lupa."
"Tapi, sebelum mendengarkanku memainkan piano, sebaiknya hapus dulu air matamu."
Nela menyeka kedua matanya, sehingga tidak ada lagi air mata yang tersisa, yang ada hanya bekasnya saja. Lalu, Fadlan merangkulnya menuju ke ruang tengah, tempat dimana pianonya berada. Mereka pun duduk berdampingan dihadapan piano, kemudian Fadlan mulai meletakkan jari-jarinya diatas tuts piano dan memainkan lagunya.
Nela kembali memejamkan matanya, merasakan keindahan lagu ciptaan pacarnya yang tidak memiliki judul dan lirik itu, namun terasa sangat indah didengarkan. Ia seperti masuk kedalam jurang kebahagiaan bersama seseorang yang sangat dicintainya, seseorang yang selalu memberikannya kenyamanan dan kebahagiaan. Lagu pun berakhir, ia kembali membuka kedua matanya, kembali ke alam yang sesungguhnya dan melupakan imajinasinya yang muncul ketika lagu itu mengalun.
"Bagus sekali," puji Nela.
"Tentu saja bagus, apalagi jika aku memainkannya disamping seseorang yang sangat kucintai."
"Omong-omong, apakah lagu ini sudah memiliki judul?"
"Hmmm... Sepertinya, judul lagu ini adalah.... hmmm... nyawaku."
"Nyawaku? Kenapa begitu?"
"Karena jika aku sudah tidak ada lagi didunia ini, kamu pasti tidak akan mendengarnya lagi, karena lagi ini adalah nyawaku."
"Benar juga. Kalau begitu ,mainkan sekali lagi," pinta Nela dengan nada riang.
"Baiklah," Fadlan menurutinya, ia memainkan lagu itu sekali lagi ,dan kembali membawa Nela kedalam imajinasinya.