Mohon tunggu...
Abdul Karim Abraham
Abdul Karim Abraham Mohon Tunggu...

Anak Muda Bali yang BEBAS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengalaman Berkunjung Ke Makam Ki Bondan Kejawan

25 Desember 2013   07:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:31 4895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbekal petunujuk jalan dari Googel Map, saya yang kebetulan liburan di rumah Mertua di Kota Kudus, berangkat menuju Desa Tarub Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Jarak untuk sampai ke Desa Tarub kurang lebih 57 Km dari Kota Kudus, dengan perkiraan waktu tempuh sekitar 1 jam 30 menit. Kali ini, saya hendak mengunjungi Makam Ki Bondan Kejawan alias Lembu Peteng, yang merupakan Putra Kerthabumi, Raja Majapahit terakhir.

Sejarah singkatnya, Ki Bondan Kejawan sejak kecil dititipkan pada Ki Ageng Tarub. Setelah ia dewasa, ia menikahi putri Ki Ageng Tarub, Dewi Nawangsih. Dari pernikahan ini lahir turun temurun, Ki Ageng Getas Pondowo - Ki Ageng Sela - Ki Ageng Pamanahan – Pangeran Sutawijaya atau juga dikenal Panembahan Senopati (Pendiri Mataram Islam). Jadi Ki Bondan Kejawan ini leluhur Kasultanan Jogjakarta, Pakualaman, dan Kasultanan Surakarta Hadiningrat.

Jalan Raya Kudus-Purwodadi tak seramai Jalan Raya Kudus-Jepara seperti yang saya lewati 2 hari sebelumnya, saat mengunjungi Makam Ratu Kalinyamat di Mantingan Jepara. Ke Purwodadi ukuran jalannya lebih sempit. Ditambah lagi saat memasuki Kabupten Grobogan, kondisi jalannya banyak yang berlubang. Jadi asumsi waktu tempuh yang semula hanya 1,5 jam, harus lebih lama 30 menit untuk sampai ke Desa Tarub.

Sepintas Desa Tarub ini agak sepi. Kanan dan kiri jalan saat memasuki Desa ini, hanya ada persawahan yang cukup luas. Terlihat samar diujung utara deretan perbukitan yang memanjang. Setelah tanya sana dan tanya sini, akhirnya sampai juga di Kompleks Makam Ki Bondon Kejawan.

Perlahan saya memasuki area pemakaman yang sepertinya tak terawat ini. Juru Kunci makam, yang saya lihat lagi sibuk menjemur kacang-kacangan, menyilahkan saya untuk langsung masuk ke Pusara. Jangan bayangkan di Makam ini seperti Makam Sunan atau Wali-Wali lain yang selalu dipadati peziarah. Disini, tak ada orang lain selain saya sendiri.

Sayapun langsung masuk ke bangunan yang luasnya sekitar 4x4 meter itu. Di dalamnya terdapat dua Nisan dikelilingi kelambu putih tipis. Bau wangi dupa sangat terasa. Pada Nisan yang berada di bujur timur, terdapat satu Kitab Alqur’an. Dan pada Nisan di bujur barat, tertancap dua bekas Dupa. Kemudian saya memilih duduk disebelah timur menghadap ke barat. Sambil berdoa sewajarnya, dalam pikiran terus bertanya-tanya, beginikah kondisi makam Tokoh Besar, yang lahir dari Tokoh Besar pula, dan juga memiliki keturunan Raja-Raja di Jawa? dimana peran Kesultanan Jogjakarta dan Surakarta untuk merawat makam Leluhurnya?

Sekitar sepuluh menit berada di dalam, saya keluar meninggalkan ruangan berkeramik putih itu. Ingin mendapat informasi lebih, saya menemui Juru Kunci Makam untuk menanyakan seputar Kompleks Makam ini. Ia menjelaskan jika Kompleks ini dibangun bukan dari Pemerintah, tapi oleh Pak Agung Riyadi dari Jakarta, yang mengaku keturunan Ki Bondan Kejawan ke 19. Jadi segala biaya perawatan mengandalkan Kotak Amal, dan bantuan langsung dari Pak Agung Riyadi. Ia juga menjelaskan banyak pejabat yang datang ke tempat ini, dan makam akan ramai setiap malam Jum’at Wage. Karena keterbatasan bahasa, dimana saya yang tak lancar berbahasa Jawa, dan Beliau yang tak bisa berbahasa Indonesia, informasi yang didapat tidak begitu mendalam. Akhirnya sebelumpamit, saya bertanya dimana Makam Ki Ageng Tarub, mertua dari Ki Bondan Kejawan. Ia menunjuk ke arah utara, tak jauh dari sini.

Satu kilometer ke arah utara, sampailah saya di Kompleks Makam Ki Ageng Tarub. Berbeda dengan sebelumnya, disini kondisinya lebih terawat, bersih dan tertata. Saat masuk, saya terkaget, disebelah kiri dekat gerbang masuk, terdapat bangunan kira-kira berukuran 3x3 meter, bercat dominasi hijau, diatas pintu masuk bangunan kecil itu tertera tulisan Raden Mas Bondan Kejawan. Berarti disini juga ada Makam Ki Bondan Kejawan? Makam yang tadi saya datangi juga Makam Ki Bondan Kejawan, mana Makam yang sebenarnya?

Lagi-lagi tak ada seorangpun disini. Saya terus masuk ke arah bangunan yang lebih besar. Disanalah Makam Ki Agung Tarub yang legendaris itu. Sayapun terus berkeliling mencari Juru Kunci untuk menanyakan keberadaan Makam Ki Bondan Kejawan. Karena tidak juga menemukan seorangpun di area makam, saya kembali ke bangunan kecil, yang di dekat gerbang masuk tadi.

Dalam kondisi yang masih bertanya-tanya, saya perhatikan pintu itu tidak terkunci. Dengan hati-hati, kunci gembok itu saya lepas, kemudian membuka pintu secara perlahan. Di dalam langsung tampak Makam yang agak tinggi diselimuti kain putih bersih. Ada tiga kalungan bunga yang sudah layu. Tidak lama saya membuka pintu, kemudian kembali menutupnya dengan pikiran yang terus bertanya, dimana Makam Ki Bondan Kejawan sebenarnya? Disini, atau di lokasi pertama yang saya kunjungi?

Kurang lebih 20 menit saya menunggu, akhirnya sang Juru Kunci datang. Tanpa menunggu waktu lama, saya langsung menanyakan “keaslian” Makam Ki Bondan Kejawan. Ia menjelaskan jika yang asli itu yang disini, yang disana (lokasi pertama) itu hanya petilasan. Saya kemudian bertanya, yang disana Makam nya dua, Ki Bondan Kejawan sama istrinya Dewi Nawangsih, yang disini hanya ada satu Makam, dimana Makam Dewi Nawangsih? Ia kembali menjelaskan jika Dewi Nawangsih itu di makamkan di pinggiran pantai selatan bersama kakeknya, Syeck Maulana Maghribi, ayah dari Ki Ageng Tarub.

Merasa tak yakin dengan penjelasan Juru Kunci, sesampainya di rumah, saya menanyakan “kesamaran” Makam Ki Bondan Kejawan langsung ke Mas Damar Shashangka, Penulis Novel Sejarah Sabda Palon (Best Seller), melalui pesan Facebook. Kebetulan saya pribadi sudah pernah berkunjung ke rumah Mas Damar di Gondanglegi Malang. Dari karya tulis Beliau lah, kecintaan saya pada Sejarah semakin menggebu. Mas Damar membalasnya dengan lebih condong jika Makam Ki Bondan Kejawan sebenarnya adalah pada lokasi kedua yang saya kunjungi, “...yang lebih bersih dan terawat” Balasnya.

Entah dimana lokasi Pusara sesungguhnya, yang pasti begitulah jika seseorang sudah menjadi Tokoh Legendaris. Semuanya saling mengklaim pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan Sang Tokoh. Digerakkan bukan hanya mengharap berkah, atau menghormati leluhur, tapi lebih pada keuntungan Materi yang didapat. Wallahu’alam.

[caption id="attachment_311056" align="aligncenter" width="300" caption="Foto Pribadi"][/caption] [caption id="attachment_311057" align="aligncenter" width="300" caption="Foto Pribadi"]

138793259716189676
138793259716189676
[/caption]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun