Drakom tentang Artikel Utama sebenarnya cuma cerminan masalah klasik platform digital: bagaimana menyeimbangkan kepentingan pengguna, kualitas konten, dan keberlanjutan bisnis.
Dan Kompasiana, dengan segala kontroversinya, masih bertahan karena satu hal yang langka: ia tetap memberi ruang bebas berekspresi.
Meski kadang ekspresinya berupa adu jari di kolom komentar.
Semakin banyak Kompasianer yang mengkritik sistem, semakin ramai platform ini.
Kritik jadi konten, kontroversi jadi engagement, dan perdebatan jadi bukti bahwa Kompasiana masih hidup, masih relevan, dan masih berpeluang bikin headliner dapat saldo cukup untuk beli nasi kucing (tanpa lauk, tentu saja).
Mungkin inilah yang disebut meta-journalism, yaitu jurnalisme tentang jurnalisme, kritik tentang kritik, artikel tentang artikel.
Dan mungkin, seperti hukum Kompasiana, esai ini pun nanti akan dikritik karena mengkritik yang mengkritik. Lalu lahirlah esai baru yang mengkritik esai yang mengkritik esai yang mengkritik.
Gitu terus, sampai mobil Esemka beneran jadi mobil dinas kepresidenan. Tanpa paparan lampu strobo, “tot tot wut wut”.
Sampai akhirnya, yang tersisa cuma tawa kecil para Kompasianer yang sadar bahwa drakom ini memang nggak akan pernah tamat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI