Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Freelance Writer

Saat ini, selain tertarik mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat, ia terus belajar menulis serta sangat terpikat pada jurnalisme dan sastra. Perspektifnya sangat dipengaruhi oleh agama dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

4% Ambang Batas Parlemen Dihapus! Gusdurian Jogja Desak Demokrasi Tanpa Oligarki

5 Maret 2024   09:01 Diperbarui: 5 Maret 2024   09:07 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Savic Ali memaparkan kondisi demokrasi. Foto: A.W. Mustofa

Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan aturan ambang batas parlemen 4% inkonstitusional. Mulai Pemilu 2029, aturan diubah agar suara rakyat tak terbuang sia-sia.

Bersandarkan catatan MK, selama tiga pemilu terakhir, total 35,61 juta suara rakyat terbuang sia-sia karena sistem ambang batas parlemen. Fakta ini sungguh miris dan menunjukkan bahwa demokrasi kita perlu dievaluasi.

Terlepas dari motivasi dan pihak di balik Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagai penggugat terhadap ambang batas parlemen, parliamentary threshold memang sudah saatnya ditinjau ulang.

Pada Pemilu 2009, sebanyak 19,05 juta suara (18%) tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR. Kemudian, di Pemilu 2014, 2,96 juta suara (2,4%) kembali terbuang. 

Suara rakyat terbuang sia-sia juga sangat signifikan pada Pemilu 2019, di mana 13,6 juta suara (9,7%) hilang tanpa arti.

Ambang batas parlemen merupakan syarat minimal perolehan suara partai politik untuk mendapatkan kursi di DPR, yang diatur dalam Putusan MK Nomor 48/PUU-XVIII/2020 yang berimplikasi pada penyederhanakan sistem kepartaian untuk stabilitas politik, peningkatan kinerja parlemen dengan mendorong akuntabilitas anggota fraksi, peningkatan kualitas partai politik, dan menghasilkan anggota parlemen yang berintegritas dan kompeten.

Apakah implikasi itu benar-benar terwujud? Saya tidak yakin. 

Implementasi parliamentary threshold selain mengeliminasi suara rakyat yang tidak mencapai ambang batas, membatasi pilihan rakyat dalam memilih partai politik, dan yang paling kentara adalah memperkuat oligarki dengan menguntungkan partai besar dan mapan.

Pada Minggu, 3 Maret 2024, Gusdurian Jogja menyelenggarakan Forum Demokrasi bertajuk Membaca Perlawanan Gus Dur terhadap Orde Baru: Masih Adakah Otoritarianisme dalam Rezim Demokrasi?

Diskusi ini dimoderatori oleh Kamalatan Nihaya dan menghadirkan Savic Ali, Senior Advisor Jaringan Gusdurian, sebagai pemantik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun