Mohon tunggu...
humam ms7
humam ms7 Mohon Tunggu... Mahasiswa

Bermanfaat boleh dimanfaatkan jangn

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Santri dalam Membangun Nasionalisme Religius di Tengah Globalisasi Budaya

15 Oktober 2025   12:01 Diperbarui: 15 Oktober 2025   12:01 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kita hidup di era di mana remaja lebih hafal lirik lagu luar negeri daripada syair shalawat, dan lebih mengenal tokoh-tokoh Barat daripada ulama nusantara. Fenomena ini menciptakan apa yang disebut "krisis identitas kultural." Di sinilah peran santri menjadi krusial --- bukan sekadar untuk melarang atau menolak modernitas, tetapi untuk menyeleksi dan mengharmonikan nilai-nilai global dengan budaya dan agama.

Santri bukanlah anti-modernitas. Justru sebaliknya, santri adalah sosok yang paling adaptif terhadap perubahan, karena mereka terbiasa hidup dalam sistem pembelajaran yang menanamkan keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu dunia. Santri hari ini tidak hanya bisa membaca kitab kuning, tapi juga menulis jurnal, membuat konten dakwah digital, hingga menjadi inovator sosial.

Dalam konteks inilah, santri menjadi "penafsir zaman." Mereka mampu mengambil esensi modernitas tanpa kehilangan ruh spiritualitas. Mereka menerima kemajuan teknologi, tapi tetap menolak nilai-nilai sekularisme ekstrem yang menafikan peran Tuhan. Itulah bentuk baru dari nasionalisme religius di era global: nasionalisme yang terbuka, cerdas, dan tetap berakar pada nilai Islam.

---

Nasionalisme Religius: Sinergi antara Iman dan Kebangsaan

Nasionalisme religius bukan konsep baru. Ia sudah lama menjadi ruh perjuangan para ulama. KH. Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan, dan KH. Wahid Hasyim sama-sama menanamkan gagasan bahwa cinta tanah air harus tumbuh dari nilai iman. Mereka menolak nasionalisme yang buta, tetapi juga tidak menginginkan religiusitas yang eksklusif.

Dalam Al-Qur'an, semangat kebangsaan dan cinta tanah air tampak dalam doa Nabi Ibrahim yang memohon kepada Allah:

>

"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan berilah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya." (QS. Al-Baqarah [2]: 126)

Doa ini menegaskan bahwa keamanan dan kesejahteraan suatu negeri adalah bagian dari cita-cita spiritual seorang mukmin. Dengan kata lain, membangun bangsa bukan sekadar tugas politik, melainkan panggilan iman.

Nasionalisme religius menuntut keseimbangan: menjadi warga negara yang taat hukum sekaligus hamba Allah yang taat syariat. Santri menjadi contoh ideal dari keseimbangan itu. Mereka tidak menolak kemajuan, tetapi selalu mengaitkan setiap tindakan dengan nilai moral dan tanggung jawab sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun