Mohon tunggu...
Hukum Hindu (Mertamupu)
Hukum Hindu (Mertamupu) Mohon Tunggu...

Akun sebelumnya www.kompasiana.com/mertamupu. \r\nID Facebook:facebook.com/mertamupu .\r\nAkun sekarang www.kompasiana.com/mertamupu.co.id

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sivarātri Di India Dan Di Bali Sebuah Kajian Banding

17 Januari 2012   15:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:46 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Koti Rudrasamhita ( XII.26-28 ) dijelaskan seseorang yang bernama Sudarúana melakukan hubungan sex dengan istrinya dan setelahnya tanpa mandi terlebih dahulu kemudian melakukan persembahyangan (memuja Shiva) pada waktu Shivarātri, dewa Shiva sangat murka kepadanya : "Kurang ajar, engkau melakukan hubungan sex saat Shivarātri, tanpa mandi terlebih dahulu engkau memuja Aku. Kamu penyembah bodoh". Karena dosa tersebut, ayah dari Sudarsanapun mendapat celaka. Walaupun demikian dosanya, bila sepenuh hati memuja dewi Parvatì. Karena penyesalan dan ketekunannya memuja Parvatì, akhirnya sakti dewa Shiva menganugrahkan Shivagāyatrì, yang terdiri dari 16 suku kata yakni "Vamadevāya dhìmahi dhiyo yo nah pracodayat" (Ibid, p.1304).

Dijelaskan pula dalam Koti Rudrasamhita tentang keutamaan dari brata Shivarātri ini melebihi brata-brata yang lain (XXXVIII, 1-88, Ibid.,p.1422) dan dalam bagian selanjutnya (XL) dijelaskan tentang ceritra Gurudruha, yang didalam penelitiannya A. Teeuw dan kawan-kawan (1969) disebut Rurudruha (p.1431). Adapun ceritra singkatnya sebagai berikut : Pada hari Shivarātri, Gurudruha berangkat ke tengah hutan untuk melaksanakan tugas rutinnya melakukan perbuaran terhadap berbegai binatang untuk menyambung hidup keluarganya.Sayang dari pagi sampai sore, tidak seekor binatangpun yang diperolehnya.

Untuk mengindari bahaya dan mencari tempat yang aman ia pergi menuju mata air dengan maksud sambil mengintip binatang-binatang yang ke luar padamalam hari untuk meminum air. Tidak disadari ia menaiki sebatang pohon Bilva yang kebetulan di bawahnya terdapat sebuah Lingga. Ketika menjelang malam, seekor induk kijang menuju mata air dan pada saat itu Gurudruha bersiap membentangkan anak panahnya dan tanpa disadari pula, beberapa lembar daun Bilva jatuh mengenai atas Lingga. Melihat daun jatuh, induk kijangpun menoleh keatas, terkejut seorang pemburu telah siapmeleaskan anak panahnya. Induk kijang itupun segera berbicara.

"Maaf jangan dulu saya dibunuh, saya masih mempunyai bayi, kasian kalau saya tidak memberi tahu suami dan anak-anak saya yang lain. Saya senang dapat mengabdikan tubuh saya ini untuk kepentingan kehidupan anda dan keluarga. Sebentar saya datang kembali". Pemburu itupun pada mulanya tidak percaya dan sangat terkejut terhadap kijang yang mampu berbicara seperti manusia. Pemburu sebelum mengijinkan kijang itu meminum dan meninggalkan tempat minta kepada kijang itu untuk bersumpah guna menepati janjinya. Kijang itu ternyata bersumpah dan menyatakan bahwa dirinya akan selalu menepati janji yang telah diucapkan. Pemburu itu agak lama menunggu, kira-kira menjelang tengah malam datanglah induk kijang yang jantan diikuti oleh beberapa ekor anak-anaknya.

Saat itu induknya yang betina menyerahkan diri untuk dibunuh, jantan dan anak-anaknyapun ingin ikut menyerahkan dirinya untuk dibunuh supaya dapat mengabdikan dirinya kepada mereka yang sangat kelaparan. Terjadi dialog, satu persatu induk dan anak-anak kijang itu menyerahkan dirinya untuk dibunuh, tidak disadari oleh Gurudruha, daun-daun Bilva jatuh di atas Lingga. Mendengar ucapan kijang-kijang yang sangat tulus itu, hati Gurudruha menjadi luluh dan saat yang bersamaan dewa Shiva muncul dihadapan Gurudruha yang langsung saja turun untuk bersujud. Saat itu juga kereta kadewataan turun dan ternyata kawanan kijang itu berubah menjadi dewa-dewa dan diterbangkan oleh kendaraan kadewataan itu. Setelah lenyap dari pandangannya, dewa Shiva kemudian bersabda : "Hari Gurudruha, sejak saat ini aku beri nama Guha dan pergilah kamu ke Úåògaverapura dan nikmatilah kabahagiaan yang sejati di sana. Pada saatnya Srì Rāma akan mampir di rumahmu, jadilah abdinya dan engkau pada saatnya nanti akan memperoleh kalepasan (Ibid,Vol. 3, Part III, p.1438).


2. Garuda Purana

Di dalam ācārakhandhaa dari Pūrvakhandhaa, Adhyāya 124 (1-23) kitab Garuda Purana dijelaskan tentang Brata (Vrata) Shivarātri sebagai berikut :

"Pada hari ke 14 paro petang (bula gelap) di antara bulan Magha dan Phalguna adalah hari yang sangat tepat untuk melaksanakan Brata Shivarātri. Seorang Bhakta (devotee) hendaknya melek semalam suntuk dan memuja Sang Hyang Rudra. Bhakta ini akan memperoleh kesejahtraan di dunia dan keselamatan (2)"

"Hyang Shiva hendaknya dipuja diikuti pemujaan kepada dewa Kamesvara, seperti halnya Kesava (Krsna) yang dipuja pada hari Dvadasi. Setelah melakukan pemujaan kepada-Nya, seorang Bhakta akan dapat menyebrangi neraka (3)" (Shastri, Garuda Purana,1990, Vol.1, Part I, p.373). Selanjutnya pada bagian ini juga dijumpai penggambaran seseorang yang sangat berdosa, bernama Sundara Shenaka (sering disebut Sundarasena) raja Nisada berburu ke tengah hutan, sampai kelelahan kemudian ia beristirahat di tebing sebuah danau di lereng gunung, sayang tidak seekor binatangpun yang diperoleh, kondisinya yang kelelahan dan matanya mulai mengantuk. Untuk menjaga keseimbangan dan supaya jangan tertidur, tidak sengaja ia memetik-metik daun dan melemparkannya ke bawah yang tanpa disadari pula di bawah pohon itu terdapat sebuah Lingga. Tidak berapa lama tiba-tiba anak panahnya jatuh dari busurnya dan begegaslah Sundara Shenaka turun dari pohon untuk mengambilnya dan tidak disadari pula tanangannya dapat menyentuh Lingga yang penuh dengan debu. Untuk membersihkan panahnya, iapun mengambil air dan tetesan ujung panahnya juga menetes di atas Lingga. Di sana ia secara tidak sengaja sebenarnya telah melakukan kegiatan persembahyangan memuja Lingga, demikian ia tidak tidur semalam suntuk. Ketika fajar menyingsing ia kembali pulang dan tidak berapa lama tinggal di rumahnya, iapun meninggal. Karena perbuatannya yang tidak sengaja bersama dengan anjingnya yang setia, akhirnya oleh dewa Shiva ia dijadikan salah seorang pengiring dewa Shiva (Ibid, p.376, juga Teeuw, p.168).


3. Skanda Purana

Di dalam Skanda Purana, bagian Kedārakhandha, pada bab Mahesvarakhandha, muncul perhitungan lain dari Shivāratri dalam bentuk percakapan antara para Rsi dengan mahārsi Lomasa. Dalam percakapan itu, mahārri Lomasa menjelaskan keutamaan Shivarātri dengan sebuah ceritra seorang pemburu Kirāta (Puskara) yang bernama Candha (73,96-106). Ia dan istrinya adalah orang jahat, pada suatu hari pada paro petang ke-14 bulan Magha mereka berburu ke hutan dan saat menjelang malam, ia melompat ke sebuah pohon Bilva. Lapar dan haus sangat mengganggunya, di atas pohon ia berusaha tidak memejamkan mata dengan jalan melemparkan daun-daun Bilva yang dipetiknya dan kebetulan di bawah terdapat sebuah Lingga. Ia sempat berkumur dan tidak sengaja air kumurannya itu dikeluarkan (disemprotkan melalui mulutnya) dan juga mengenai Lingga itu. dengan demikian secara tidak sengaja ia sebenarnya telah melakukan pemujaan kepada dewa Shiva melalui Lingga itu. Pagi keesokan harinya, ia turun dari pohon dan pergi memancing di tepi sungai (33, l0-15).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun