Mohon tunggu...
Hanifa Paramitha Siswanti
Hanifa Paramitha Siswanti Mohon Tunggu... Penulis - STORYTELLER

Penikmat kopi pekat ----- MC, TV Host, VO Talent ----- Instagram: @hpsiswanti ----- Podcast Celoteh Ambu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

2021 Mari Putus Rantai KDRT!

7 Januari 2021   19:33 Diperbarui: 10 Januari 2021   08:25 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KDRT| Sumber: Kompas/Toto Sihono

Jika menolak, kaum lelaki seperti ini akan membawa dalil daif yang mengatakan bahwa istri bakal dilaknat malaikat jika menolak permintaan suami.

Bahkan tak segan, ia juga membenarkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istri yang dianggapnya membangkang. Kekerasan pun terjadi secara fisik, psikis, seksual, intelektual, bahkan finansial.

Dalam kasus ini, sayangnya teks agama kerap jadi legitimasi kekerasan.

Bahkan akad nikah pun tak ubahnya dianggap sebagai akad kepemilikan. Pemberian mahar kepada calon istri yang sejatinya adalah representasi bentuk penghormatan malah justru dilihat sebagai transaksi pembelian.

Kasus KDRT Meningkat Drastis di Masa Pandemi

Kasus kekerasan dalam rumah tangga belum menjadi perhatian serius di Indonesia. (foto: helpguide.org)
Kasus kekerasan dalam rumah tangga belum menjadi perhatian serius di Indonesia. (foto: helpguide.org)

Tahun 2020 yang mengharuskan mayoritas kegiatan berlangsung di rumah membuat saya berkesempatan mengikuti berbagai webinar mengenai kesetaraan dan pemberdayaan perempuan.

Di antaranya adalah "Agama dan Kekerasan Seksual" yang diadakan oleh BPN Peruati dan Komnas Perempuan. Saya juga mengikuti seri webinar dari Pusat Riset Gender dan Anak Universitas Padjajaran yang salah satunya bertema "Pandemi Covid-19 dan Kerentanan Terjadinya KDRT".

Catatan tahunan Komnas Perempuan pada 2019 saja mencatat ada 11.105 kasus KDRT. Jumlah ini diprediski mendingkat pada tahun 2020 karena adanya pandemi.

Anjuran untuk di rumah saja pada masa awal pandemi ternyata menjadi paradoks bagi korban KDRT. Rumah yang sejatinya jadi lokasi aman dan nyaman untuk berlindung justru menjadi tempat menakutkan.

Peningkatan kasus KDRT di masa pandemi juga terjadi semakin banyak karena beberapa faktor. Pertama, layanan pengaduan daring yang tidak terlalu efektif. Kedua, ketiadaan shelter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun