Perlahan penonton bertambah. Seiring dengan itu, jempol dan komentar muncul satu demi satu. Banyak yang memuji kecakapan Batil dalam merekam indahnya alam. Beberapa memberi tantangan.Â
"Coba ke danau itu."
"Di daerah sana ada padang pasir, bagus kayaknya meliput gersangnya, Kak."
"Kayaknya kamu belum ada konten pantai deh! Saya suka lihat keindahan pantai."
Lantaran banyaknya permintaan dari pengikutnya lewat komentar-komentar itu -- kadang Batil merasa seperti artis karena punya pengikut -- mulailah Batil kewalahan. Ia meminta bantuan Jambir dan Sabir.
Berbagai konten seputar pemandangan alam sudah diunggah. Video pertama versi pantai adalah tentang debur ombak memecah tepian pantai dan uniknya barisan kelomang dalam cangkang yang berjalan-jalan layaknya balap karung. Pada satu sisi, respon jempol dan komentar muncul seperti biasa dari pengikut.Â
Video kedua masih tentang pantai juga mengundang respon, tapi tiba-tiba berkurang. Yang ketiga, semakin berkurang. Mereka sadar ada yang aneh. Mereka bertiga merenung di tepi pantai. Tak tampak semangat untuk meliput keindahan senja yang sudah direncanakan akan tampil jadi konten video keempat.
"Jangan-jangan karena sudah banyak yang meliput keindahan alam, kita jadi kehilangan penonton?" Jambir membuka pertanyaan. Mereka duduk berjongkok memandang debur ombak. Suara burung camar bersahutan.
"Ah, perasaanmu kali. Apa resolusi video kita kurang bagus?" Batil menimpali.
Sabir diam saja. Ia tampak begitu merenung. Tangannya memainkan butir-butir pasir. Ia terlihat memindahkan satu demi satu butir pasir, dari satu tempat ke tempat lain. Mulutnya komat-kamit, entah ngomong apa.
"Kamu ada masalah, Bir?"