"Cerita dong!"
Sabir meringkuk. Bergeming. Tangannya terus memindahkan butir pasir. Mulutnya masih komat-kamit. Karena tak ditanggapi, Batil dan Jambir membiarkan Sabir. Mereka memaklumkannya, barangkali Sabir memang tak mau cerita.
Seperti orang berdagang di toko, tentunya dituntut untuk buka setiap hari supaya orang berlangganan padanya. Begitulah kehidupan konten kreator, pengikut pasti bertanya-tanya apa konten selanjutnya. Demi mempertahankan jumlah pengikut yang masih ada, Batil dan Jambir mengais sisa-sisa semangat. Matahari sebentar lagi kembali ke peraduan.Â
"Ayolah dilakuin, daripada gak ada konten," kata Batil sesaat setelah tangannya meraih ponsel dari saku celana.Â
Jambir menyiapkan tongkat besi berkaki tiga berwarna hitam dan menancapkannya di atas pasir sebagai penyangga agar ponsel tak jatuh saat merekam. Ketika temannya bekerja, Sabir masih memainkan butir-butir pasir. Batil menggerak-gerakkan arah kamera pada ponselnya.
Keesokan hari -- setelah mengunggah konten semalam -- Batil tercengang. Bunyi pemberitahuan dari media sosialnya terus berdengung. Banyak tombol suka ditekan. Komentar berdatangan.
Apa mereka masih suka senja itu? Apakah guratan-guratan merah keunguan di ufuk barat masih menarik? Apakah matahari yang tampak setengah tenggelam di garis laut masih punya daya pikat? Batil melongo melihat komentar-komentarnya.
"Kasihan sekali dia."
"Kayak kurang kerjaan."
"Ada masalah apa, Bang. Cerita sini."
"Sudah sampai berapa hitungnya?"