Hari pernikahan tiba. Dalam rumah rentenir itu, ia memasang muka bahagia yang dipaksa-paksanya. Senyumnya sesekali mengembang, tetapi kemudian susut setelah melihat wanita di sampingnya. "Ah, mengapa malam pertamaku harus begitu menyedihkan," ujarnya dalam hati.
Setelah resepsi selesai, mereka beranjak ke sebuah hotel di kota itu. Hotel itu terbilang mewah. Salah satu kamar telah dipersiapkan rentenir itu dengan berbagai hiasan memikat di dalamnya. Bau parfum yang begitu menggelora dan menaikkan gairah. Nuansa merah muda dari bunga-bunga mawar segar terhampar indah di atas kasur. Dua botol minuman siap di atas meja. Mereka boleh menginap dua hari di sana.
Sang wanita lekas menarik tangan pemuda itu. Ia merebahkan badan pemuda itu ke kasur. Wanita itu membuka bajunya. Pemuda itu masih bertahan dengan senyum-senyum yang dipaksakan.
Benar seperti bayangannya. Dari luar sudah tidak menarik, apalagi di dalam. Badan wanita itu begitu kurus. Tidak ada gumpalan dada yang indah. Sama sekali adiknya tidak bisa bangun.
Perlahan wanita itu membelai adiknya. Pemuda itu terus menatap langit-langit. Ia memilih memejamkan mata, berharap ingatan-ingatan akan wajah yang dipelajarinya dari video itu lekas muncul, menggantikan wajah wanita di depannya.
Ia ingat, ia tidak boleh sedikit pun mengecewakan wanita itu. Ia harus memuaskan hasrat berahinya. Bila wanita itu puas, terbayang senyuman bapak dan ibunya, akan utang mereka yang terhapus lunas.
Di sisi lain, ia pun harus memuaskan hasrat adiknya. Ia tidak ingin malam pertamanya lewat begitu sia-sia. Tetapi, bagaimana caranya adiknya bangun dengan kondisi wanita di depannya itu? Ia terus memejamkan mata.Â
Sepasang tangan meraba bagian bawahnya. Adiknya perlahan-lahan bangun. Betapa beruntung dia, tiba-tiba matanya melihat wajah gadis-gadis yang seksi dan cantik itu. Lekas ia menarik wanita itu dan menyetubuhinya.
"Ah... ah... terus Yang," kata wanita itu mendesah. Pemuda itu terus menggenjoti pantatnya.
"Enak, enak, terus Yang. Jangan berhenti."
"Ngiikkk...ngikk..nggikk"