Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: 20.000 Helai Rambut Bapak

24 Maret 2021   19:06 Diperbarui: 24 Maret 2021   22:52 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu yang dinanti tiba. Saya sudah selesai kuliah dan sekarang saatnya pulang ke rumah. Saya rindu bertemu Bapak. Saya rindu melihat seberapa rimbun rambut Bapak. Saya rindu mengambil kutu-kutu di antara helai rambutnya dan mematikannya. Dan saya janji, tidak akan mencabuti uban-ubannya. Saya rasa, rambut putih memang harus dimiliki orang yang semakin tua. Bahkan ada yang bilang itu mahkota.

Banyak pertanyaan dalam benak saya tentang rambut Bapak. Selama sepuluh tahun kuliah di luar negeri sampai bergelar doktor, selama saya berkomunikasi dengan Bapak hanya melalui telepon--Bapak tidak bisa datang keluar negeri ketika wisuda saya karena keterbatasan biaya, saya tidak pernah sekalipun tahu pasti bagaimana keadaan rambut Bapak. Bapak selalu mengenakan topi. Saya tidak enak memintanya membuka topi, takut-takut ia tersinggung dan malah berpikir, malah nanti mungkin gara-gara itu salah satu rambutnya menjadi putih.

Saya sengaja menyimpan semua rasa penasaran untuk hari ini. Saya memang suka melihat segala sesuatu secara langsung, sendiri, dengan mata kepala saya. Saya tidak suka dan tidak mudah percaya dengan apa yang namanya "kata orang".

Selepas turun dari pesawat, saya melihat Bapak sudah berdiri di pintu bandara. Badannya sedikit membungkuk. Wajahnya mulai keriput. Dia tetap memakai topi. Apakah Bapak malu memperlihatkan rambutnya di depan banyak orang? Apakah dua puluh ribu helai rambut Bapak sudah berkurang? 

Saya langsung berlari memeluk Bapak. Tanpa berkata-kata, air mata kerinduan membasahi baju saya. Bapak pun menangis terisak-isak. Semoga karena kerinduan, bukan karena betapa berat masalahnya. Apalagi, betapa dalam dia memikirkan bagaimana kondisi rambutnya.

"Anggara, Bapak kangen. Kamu sudah doktor sekarang ya. Selamat!"


"Terima kasih, Pak!"

Kami berdua beranjak ke salah satu restoran di bandara.

"Klintingggg..."

Terdengar suara benda jatuh. Telepon seluler Bapak lepas dari genggaman. Bapak menunduk dan mengambilnya. Tiba-tiba angin kencang begitu saja lewat. Angin itu menghempaskan topi Bapak, sehingga rambutnya terlihat jelas.

Saya takjub. Rambut Bapak semakin lebat. Begitu lebat, lebih lebat daripada terakhir saya tinggalkan. Rambutnya terkuncir ke atas, begitu hitam, tanpa sedikit pun uban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun