Sebetulnya tulisan ini pelanggaran, karena saya sudah berjanji akan setia menulis hanya di kanal cerpen dan beberapa di kanal hobi seputar proses penyusunan cerpen dan hasil pembelajaran dari membaca cerpen para pengarang besar.
Berhubung topik pilihan ini harus dituliskan di kanal diary dan kebetulan masih ada hubungannya dengan hobi saya--menulis cerpen-- akhirnya saya memberikan toleransi tulisan ini terbit. Sombong amat, wkakakak...
Apa arti overthinking?Â
Kalau di-Indonesia-kan, berarti banyak mikir. Manusia punya otak pasti berpikir. Dua puluh empat jam, selain tidur, otak terus bekerja secara sadar. Ada yang begitu keras karena memecahkan masalah sendiri, ada yang sedang karena terbantu solusi dari orang lain, ada yang ringan karena hanya mengerjakan perbuatan berulang.
Itu belum terhitung berbagai pertanyaan tidak penting yang terkadang muncul sendiri pada benak. Apakah yang terjadi pada saya esok hari ya? Apakah saya mati masuk surga? Sudah bergunakah saya hari ini? Lagi dan lagi pertanyaan terus timbul, beberapa bahkan sebetulnya di luar kuasa kita dan sulit ditemukan jawabannya, masih saja sempat kita pikirkan. Betul tidak? Sesekali Anda pasti pernah. Saya sering, wkakakak....
Ya, saya orangnya overthinking. Ada dua bukti. Ada seorang teman yang pernah bilang di depan saya sendiri: "Kamu Ras, tanya-tanya sendiri, jawab-jawab sendiri, kayak orang gila." Satu lagi pernah heran dengan raut wajah saya. Tidak seperti wajah orang pada usianya. Masih muda tetapi terlihat tua.
Apakah saya tersinggung? Sedikit dan kemudian tertawa. Ya, saya lebih memilih tertawa atas ejekan itu daripada membalasnya dengan mengejek kembali.
Saya memang suka bertanya. Dan merenung. Berjam-jam bisa saya bertanya-tanya sendiri dalam hati, tentang buat apa sih kehidupan ini. Ketika saya melakukan sesuatu, bisa lima pertanyaan muncul sebelum saya benar-benar melakukannya.
Semisal, saya memutuskan untuk membantu orang.
Pertanyaannya:Â
Apakah orang itu sudah melakukan upayanya secara maksimal dan tidak berhasil juga, sehingga perlu saya bantu? Apakah saya tidak rugi bila membantunya, dalam hal saya juga punya keperluan mendesak yang perlu dibiayai? Apakah nanti orang itu tidak ketagihan bila saya bantu terus-menerus? Apakah bila saya terus membantu, saya malah salah, membuat mentalnya terus bergantung pada orang tanpa berusaha dulu? Apakah pula tidak ada keluarganya yang bisa membantu, sehingga saya harus turun tangan?