Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sepetak Rumah di Bilangan Ibu Kota

20 Maret 2021   01:54 Diperbarui: 20 Maret 2021   03:11 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:unsplash.com/artis kancs

"Bos-bos kalian itu, kedua pengusaha yang paling ternama di sini, mengincar tanah saya. Mereka ingin membeli rumah ini, lalu menghancurkannya dan membangun untuk memperluas kantor mereka."

Lelaki itu mengambil sebatang rokok. Ia menyalakan ujungnya. Kembali dia berbicara.

"Kan lumayan. Bila sepetak tanah saya ini dibangun kamar-kamar hotel tinggi menjulang sampai empat puluh lantai seperti perusahaannya sekarang, coba kalian pikir, berapa untung yang akan dia dapat?"

"Belum lagi bosmu," lelaki itu menunjuk Sulepret,"Saya dengar dia ingin membangun kantor untuk anak perusahaannya yang menangani perjalanan khusus keluar negeri. Pelanggannya sudah banyak meminta. Makanya dia bersikeras membeli rumah saya."

"Kalian tahu kan, berapa untung yang kira-kira akan mereka dapat? Itu jauh lebih besar daripada harga rumah saya ini. Karena itu, saya tidak akan melepasnya semudah itu."

"Pengusaha itu pintar, tetapi kita sebagai orang desa tidak boleh kalah cerdik."

Selepas pertemuan itu, karena dia merasa kami sama-sama orang desa, dia dengan senang hati memberikan izin khusus kepada kami, untuk datang di acara pelelangan rumahnya, yang dihadiri oleh kedua bos kami dan seorang pengusaha lain. 

Pengusaha lain itu yang entah dari mana datangnya, ia sebut-sebut berani menawar harga lebih tinggi dari kedua bos kami. Agar ada keterbukaan dan tidak ada perkelahian antarbos kami, akhirnya dia mengadakan lelang.

Dalam sebuah aula di perusahaan saya, sudah duduk lelaki itu, kedua bos kami, dan seorang pengusaha mengelilingi sebuah meja bundar. Kami memandang dari kejauhan.

"Jadi kamu berani berapa?" lelaki itu membuka lelang.

"2 M," bos saya berujar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun