Persiapan pemerintah untuk membuka kembali pariwisata di masa perdamaian Covid19 sebetulnya sudah jauh-jauh hari dilakukan. Salah satunya, tepat pada hari Kamis, 25 Juni 2020, Bapak Presiden beserta rombongan (ada diantaranya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), mengunjungi daerah wisata di Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Daerahnya, Villa So Long dan Pantai So Long.
Maksud kedatangan Beliau kurang lebih untuk memastikan kesiapan daerah dalam menerapkan tatanan kehidupan baru selama masa pandemi Covid19, khususnya aktivitas sektor pariwisata.
Pemerintah daerah setempat pun menanggapi. Melalui pernyataannya, diwakili oleh Bapak M. Yanuarto Bramuda, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, mereka mengaku tetap optimis atas kondisi pariwisata di wilayahnya. Gagasan yang dikemukakan adalah pembukaan tempat wisata secara terbatas dengan konsep Pariwisata New Normal.
Konsep ini memperbolehkan masyarakat untuk kembali menikmati keindahan daerah wisata, dengan tetap mengutamakan kepatuhan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan secara ketat. Harapannya, hal ini dapat menggerakkan roda perekonomian yang disumbang dari sektor pariwisata.
New Normal (yang sekarang berganti "Adaptasi Kebiasaan Baru") ini, bukan dimulai dari pengunjung, melainkan dipelopori dahulu oleh para pelaku industri ini. Terbukti dalam aktivitas pariwisata yang dipertontonkan.
Terlihat beberapa penari sedang menarikan tarian tradisional dengan menggunakan face shield dan pertunjukan beberapa ibu yang juga bertopeng face shield, sedang menumbuk lesung dengan ketukan tertentu, sehingga terdengar seperti irama musik.
Merupakan sebuah penampilan akan sesuatu yang sudah pernah, tetapi terkesan baru karena tidak terlihat seperti biasanya. Adaptasi Kebiasaan Baru.
...
Kedatangan Bapak Presiden dan tanggapan kesiapan pemerintah daerah setempat, serasa memberikan angin segar kepada para pelaku usaha sektor ini. Mereka, yang terpuruk karena ulah si Corona, bahkan diantaranya menderita “kanker” (kantong kering), berharap bisa pulih, kendati harus perlahan.
Mengapa perlahan? Ada dua sebab. Pertama, pendapatan masyarakat belum pulih total. Pekerjaan mereka yang juga terganggu oleh wabah ini, menyebabkan tidak serta merta memiliki cukup pundi-pundi untuk melancong ke daerah wisata.
Selain itu, ketakutan (negatif) dan kewaspadaan (positif) akan potensi penyebaran virus, sedikit banyak masih membayangi dan berpotensi membuat sebagian masyarakat mungkin enggan untuk berkerumun, termasuk di daerah wisata.
Kendati begitu, mereka tetap menaruh asa. Suatu saat, badai ini diyakini pasti berlalu. Seperti kata Raden Ajeng Kartini, "Habis Gelap Terbitlah Terang".
- Pemandu Wisata;
Melalui zoom (aplikasi rapat virtual), mereka menampilkan kegiatan berwisata ke daerah wisata domestik dan mancanegara, yang tentunya telah dilakukan sebelum virus Corona merebak, kepada mereka yang telah mendaftar sebagai peserta jalan-jalan virtual ini.
Peserta dapat sedikit memuaskan keinginan mata mereka, kendati hanya duduk di depan perangkat elektronik dan tidak beranjak kaki kemanapun.
- Pengusaha di Sektor Transportasi;
Di sisi lain, ada sebagian dari mereka yang membeli alat transportasi (semisal bus) dengan berutang dalam jumlah rupiah yang tidak tergolong kecil. Pemasukan tak ada, sementara utang tetap harus dibayar. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
- Agen Tiket Perjalanan
- Pengusaha Rumah Makan;
Ada yang berjualan bakso, nasi goreng, pisang goreng, bahkan sampai makanan khas daerah wisata setempat. Mereka hidup dari cuan yang disebar para wisatawan, yang kelaparan dan kehausan karena lelah berwisata.
- Pemilik Hotel;
Iya, sepinya pengunjung di lokasi wisata pasti berbanding lurus dengan sepinya kamar hotel di sekitarnya. Bahkan, ada yang bisa sampai di bawah lima puluh persen tingkat okupansinya.
- Penjual Cinderamata;
Semisal di daerah pantai, ada yang menjual hiasan dari biota laut yang mati dan mengering, seperti dari kulit kerang. Di objek wisata sejarah seperti museum, ada yang membuat miniatur museum sebagai kenang-kenangan.
Masih banyak lagi contohnya, cinderamata kreatif yang mereka buat sebagai sampingan penghasilan, atau bahkan mungkin menjadi mata pencaharian utama.
- Petugas Kebersihan;
Entah itu dibayar oleh pengusaha swasta pengelola wisata, entah itu dipekerjakan oleh pemerintah daerah setempat, ataupun hanya mengharapkan belas kasihan dari pelancong yang sedang berkunjung.
Ketika pandemi, sedikit banyak ada yang kehilangan pekerjaan, karena tidak ada yang mengupahi. Semua lagi seret, pengunjung pun tak ada. Kendati masih ada satu dua yang bersih-bersih, pasti itu lebih didasarkan pada kecintaan mereka akan alam sekitar.
- Pihak Swasta Pengelola Daerah Wisata/Pemerintah Daerah Setempat.
Lebih lagi, pukulan akan sangat terasa sakitnya, bagi pemerintah daerah yang mengandalkan pendapatan asli daerahnya dari sektor pariwisata. Semisal, beberapa kabupaten dan kota di provinsi Bali.
Atas ini semua, pemerintah memberikan perhatian untuk tetap menjaga asa dan memulihkan kondisi finansial mereka. Dilangsir dari sumber, skema dukungan khusus untuk sektor pariwisata dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tercatat senilai Rp 3,8 triliun.
Adapun jumlah tersebut akan dialokasikan untuk tiga hal. Pertama, insentif tiket untuk 10 destinasi pariwisata sebesar Rp 400 miliar. Kedua, hibah pariwisata sebesar Rp 100 miliar. Ketiga, kompensasi pajak untuk hotel atau restoran senilai Rp 3,3 triliun.
Semoga, dengan dukungan pemerintah, kerja sama semua pihak yang berkepentingan, serta animo masyarakat untuk melancong yang berangsur-angsur membaik, tentunya juga disiplin penerapan protokol kesehatan yang ketat dalam pembukaan kembali pariwisata, dapat membuat asa mereka tetap terjaga dan lekas berbahagia, karena penyakit “kanker” telah perlahan-lahan terobati.
Dunia pariwisata pun bisa kembali ceria....
Jakarta, 8 Agustus 2020
Sang Babu Rakyat