Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Candu Dopamin dari Tombol Like

4 Juli 2020   14:23 Diperbarui: 6 Juli 2020   05:49 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengumpulkan jumlah like pada media sosial. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Intinya, yang penting menghibur, sehingga banyak tombol like berdatangan. Kalau memang sedari awal kontennya lawak sih tidak apa-apa, memang tujuannya membuat orang tertawa. Bahkan, yang cukup parah sekarang, banyak konten prank atau menjahili orang, bertebaran di mana-mana. 

Entah, logika apa yang bisa diambil sehingga seorang bisa memberikan like untuk konten semacam ini. Bukankah menjahili orang adalah perbuatan yang tidak terpuji? Itu sudah merugikan. Barusan pula, kita dengar ada yang masuk bui gegara konten tipe ini. Memang, ini tidak mendidik, kawan.

Atau jangan-jangan, dengan semaraknya konten seperti itu, memang kita sedang diarahkan untuk terlatih menertawakan derita orang? Sudah ah, jangan dibahas lebih lanjut, ini tulisan bukan tentang konspirasi, hehe.

Sebaiknya...

Ke depan, konten kreator seyogianya lebih berpikir tentang sejauh mana konten tersebut bisa berdampak, tidak hanya sekedar memuaskan kecanduan dopamin dari tombol like. 

Terutama bagi mereka, para konten kreator yang punya banyak pengikut, dari anak kecil, generasi milenial, sampai khalayak umum. Tentunya kita tidak berharap konten tersebut memberikan dampak negatif bagi masa depan mereka.

Akhirnya, adalah tidak salah bila kita berburu like. Yang salah adalah ketika kualitas konten menurun, tetapi like tetap atau bahkan semakin bertambah banyak. 

Bukan candu dopamin dari tombol like yang lebih utama, tetapi dopamin karena telah bermanfaat bagi sesama, melalui konten yang berkualitas, itu yang terutama.

Tetap semangat meningkatkan kualitas konten, wahai para konten kreator. Bagi para penulis, sadarkah bahwa kita juga termasuk konten kreator lho? Konten kita berupa tulisan. Jadi, tetaplah kita terus menelurkan tulisan-tulisan yang bermanfaat. 

Jangan sampai berhenti berkarya, hanya gara-gara tidak ada yang like.

Jakarta,

4 Juli 2020

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun