Mohon tunggu...
hony irawan
hony irawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat Advokasi dan Komunikasi Isu Sosial, Budaya dan Kesehatan Lingkungan

pelajar, pekerja,teman, anak, suami dan ayah

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Memaknai Orasi Presiden Jokowi tentang Visi Indonesia 2019-2024, Tanpa "Stunting"

16 Juli 2019   11:51 Diperbarui: 16 Juli 2019   11:59 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pastinya bukan kebetulan orasi politik tentang visi Indonesia 2019-2024 disampaikan  presiden Jokowi setelah perjumpaan atau tepatnya diperjumpakan antara 2 mantan capres Jokowi-Prabowo  di atas eMeRTe yang dilanjut sambil makan sate. He he he

Sebagai orang yang ingin tahu arah kebijakan negara ini ke depan, jadi saya coba menyimak pidato presiden RI ini dengan seksama. Meski tanpa buku catatan (jadi maklum kalo gak persis banget), saya bisa ingat poin-poin pentingnya diantaranya kurang lebihnya, akan terus membangun infrastruktur, dan menyambungkannya dengan sentra ekonomi masyarakat (pertanian, perkebunan, industri, wisata dll), meningkatkan kualitas SDM, serta menindak birokrat, badan dan lembaga yang tidak efektif dan efisien, serta yang menghambat investasi.

Coreframe atau pengutamaan (priming) nya jelas mempercepat infrastruktur dapat porsi terbesar, dan daya tarik supaya investor berinvestasi. Yang lain pujian untuk oposisi dan pesan agar tidak menebar kebencian. Hal yang juga jelas disampaikan tentang perlunya berubah, kurang lebihnya begitu. 

Meski sebetulnya masih mengganjal, berubahnya seperti apa dan pola pikir lama yang mana yang perlu diubah. Serta tandatanya tentang makna menebar kebencian yang bisa saja ditafsirkan sepihak.

Singkat kata, hebatnya pidato tanpa teks ini sepertinya memang buah pikiran original pak presiden. Jadi selain bicaranya cukup lantang, juga terlihat percaya diri dan menguasai apa yang disampaikan. 

Sambil menekankan akan memimpin langsung upaya efisiensi dan efektif birokrat. Jadi sepertinya memang cerminan dari pemikiran belio tentang akan dibawa kemana negara ini ada dalam pidato ini.

Selain coreframe tentu ada wacana yang terasa terpinggirkan dalam pemikiran orisinil yang disampaikan pak presiden. Seperti yang saya duga, tanpa perlu menempatkan diri sebagai opisisi, beberapa pengamat yang tentu sudah punya check list harapan yang mestinya ada dalam pidato tersebut menyoroti, pertama tentang konsep negara hukum yang menjadi penegak demokrasi yang jurdil. 

Meski saya tidak pakai check list seperti mereka, dalam pidato tersebut saya tidak menemukan adanya kegelisahan tentang beberapa kasus-kasus ham dan penegakan hukum yang jadi perhatian masyarakat. 

Bahkan keprihatinan pada petugas KPPS yang meninggal dunia tidak hadir di sana. Ah kalau mau dikomentari sekalian, masyarakat tentu menunggu kabar lanjutan korban-korban yang meninggal tertembak dalam kerusuhan pasca pilpes.

Jadi jelasnya, memang perlu ada yang lebih mampu menjelaskan tentang maksud dari pidato yang disampaikan terutama yang terkait dengan apa yang menjadi perhatian masyarakat. 

Termasuk diantaranya bagaimana konsep keberpihakkan kepada industri strategis nasional, dan kepada pengusaha serta tenaga kerja lokal di tengah kemudahan yang diberikan kepada investor asing.

Salah satu, yang nyambung dengan apa yang jadi permasalahan terkini yang dirasakan masyarakat, meski hanya sepintas, presiden menyebutkan tentang pencegahan stunting pada anak sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas SDM Indonesia. Ini juga perlu penjelasan lebih jauh saya kira.

Sebagaimana yang kita ketahui selain peningkatan gizi sejak dalam kandungan, upaya pencegahan stunting perlu dilakukan dengan upaya penyehatan lingkungan, salah satunya lewat perbaikan sanitasi. 

Data Bappenas menyebutkan masih ada  58 juta jiwa, masyarakat yang belum memiliki akses sanitasi layak. Padahal air limbah yang mencemari air dan makanan dapat mengakibatkan gizi tidak terserap ke dalam tubuh akibat diare dan menjadi penyebab stunting.

Jadi untuk memperjelas visi Indonesia tersebut, selain perlunya gizi memadai sejak dalam.kandungan, dalam 5 tahun ke depan saya kira perlu "Paket Kebijakan Nasional  Penuntasan Akses Sanitasi Layak dan Berkelanjutan" yang memberi kemudahan bagi masyarakat untuk memiliki akses jamban dan tangki septik atau pengelolaan limbah yang layak. 

Tanpa sanitasi layak, pertumbuhan ekonomi akan semu karena biaya kesehatan masyarakat yang tinggi. Seperti yang disampaikan menteri keuangan, Sri Mulyani, " Sanitasi minim jadi sumber kemiskinan..!"

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa membangun sanitasi, sama dengan membangun kualitas SDM Indonesia, sekaligus mencegah sumber kemiskinan. Tindaklanjut visi ini ke dalam misi dan kebijakan yang tepat tentu sangat ditunggu masyarakat.  Mari cegah bangsa ini dari mengkonsumsi kotorannya sendiri! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun