Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mempertanyakan Inkonsistensi Tito Karnavian Melalui Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020

19 November 2020   21:32 Diperbarui: 19 November 2020   21:34 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image nasional.kompas

Ada satu pertanyaan yang cukup menyita perhatian Saya, yaitu "Kenapa Mendagri akan melakukan pencopotan Kepala Daerah yang melanggar prokes?". Pertanyaan Saya bermula ketika Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19. Inmen itu muncul setelah adanya kerumunan dari FPI soal kepulangan Habib Rizieq di Soeta, acara Habib Rizieq di Megamendung Bogor, karena dinilai melanggar protokol kesehatan.

Yang menyita perhatian Saya bukan soal intruski itu, melainkan "sebab" dikeluarkannya Inmen.

Jika Mendagri menyoroti kerumanan di Soeta dan Megamendung, bagaimana dengan kerumunan pendaftaran Gibran sebagai calon Wali Kota Solo? Walaupun pihak polri sudah menegaskan bahwa kerumunan itu berbeda dengan kerumunan massa Habib Rizieq, tetap saja mereka sama-sama melanggar protolok kesehatan. 

Lantas, kenapa harus ada "pembedaan" antara Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Gibran? Yang lebih parah, polri tidak mengusut kerumunan pendaftaran Gibran, karena dinilai tidak melanggar Undang-Undang. Sebelum Saya membedah statement itu, ada baiknya Saya ingatkan kalian semua tentang berita yang pernah beredar.

Laman JabarNews pada 11 September 2020 memuat berita yang berjudul, "Daftar 72 Calon Kepala Daerah yang Dapat Teguran Keras Mendagri". Seperti yang Saya kutip dari laman Jabarnews, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengumumkan 72 calon kepala/wakil kepala daerah Pilkada Serentak 2020 yang telah mendapat teguran keras dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian karena melakukan pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada. 

Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, mengatakan 72 nama tersebut terdiri dari satu gubernur, 35 bupati, lima wali kota, 36 wakil bupati dan lima wakil wali kota.

Pada bulan September ada teguran dari Mendagri, lalu, kenapa Gibran diistimewakan? Padahal mereka sama-sama melanggar prokes terkait Pilkada. Ada apa dengan Menteri Tito Karnavian? Apa yang ada di dalam pikirannya, sehingga memberikan sikap yang berbeda kepada 72 calon Kepala Daerah dengan Gibran yang juga sebagai calon Kepala Daerah?

Bupati Konawe Selatan, H. Surunuddin Dangga - Mendapat teguran tertulis melalui Gubernur Sultra karena telah melakukan deklarasi yang menimbulkan kerumunan massa. Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana - Mendapat teguran tertulis dari Mendagri melalui Gubernur Jawa Barat karena telah menimbulkan arak-arakan massa pada saat dalam kegiatan pendaftaran Pilkada. Dua nama Bupati itu adalah dua dari 72 nama yang mendapatkan teguran dari Mendagri, bagi yang ingin mengetahui nama-namanya bisa klik link ini.

Lantas bagaimana dengan Kepala Daerah Solo? Gubernur Jawa Tengah soal kerumanan yang ditimbulkan oleh Gibran? Apakah mereka tidak mendapatkan sanksi yang sama? Ataukah memang ada istilah "anak emas" dan "anak tiri" dalam pemerintahan?

Jika Mendagri mempunyai wewenang untuk mencopot Kelapa Daerah karena "satu kesalahan", bagaimana dengan prestasi yang sudah diraih oleh Kepala Daerah yang bersangkutan? Bagaimana progres kemajuan yang sudah dilaksanakan oleh yang bersangkutan? Apakah semua "prestasi" itu tidak dilihat hanya karena melanggar prokes?

Padahal, jika kita berbicara mengenai "masa kampanye pemilihan umum", hal itu tidak akan terlepas dari sosio-kultur masing-masing daerah, kan? Kita singkirkan dulu masa kampanye, coba lihat berapa banyak masyarakat yang melanggar prokes selama ini? Apakah pelanggar prokes di tiap daerah, Kepala Daerah mendapatkan teguran serta sanksi yang sama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun