Gua diam, menundukkan pandangan. Emosi gua sudah memuncak, kemudian gua berkata dengan nada pelan, "Papa tau? Tiap hari Ara harus diam ketika temen-temen Ara melancarkan hinaan. Ara kudu diem ketika liat temen-temen Ara disayang sama orangtua mereka. Papa tau gimana perasaan Ara? Hancur! Sakit! Kalau bakal tau idup Ara akan seperti ini, Ara lebih milih mati sejak dalam kandungan! Gak ada yang bisa Ara harapkan dari kalian!", gua pun langsung masuk ke dalam kamar, mengunci pintu. Gua melihat Osa tengah duduk di atas kasur, dia meneteskan air mata.
Gua berjalan ke arahnya, mendekapnya dan berkata, "Everything will be ok, don't cry. I loved You."
Ya, ini adalah awal petualangan kami. Berusaha mendobrak otoritas orangtua, berusaha menuntut pemenuhan hak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI