"Jika yang kau minta intan permata, tak mungkin ku mampu. Tapi sayang kan ku capai bintang dari langit untukmu. Jika yang kau minta satu dunia, akan aku coba. Ku hanya mampu jadi milikmu, pastikan kau bahagia." Gua nyanyiin lagu "Terukir di Bintang" saat berkendara, merasakan petikan gitar yang merdu menyatu dengan angin malam, dan juga perasaan bebas yang saat ini mendekap dengan kuat.
Sensasi menaiki vespa pada tengah malam seperti ini, adalah saat-saat yang tepat untuk mengusir segala beban dalam hati dan pikiran. Entah kenapa gua merasa bebas, seperti tidak memiliki pikiran apapun yang membebani.
"Bang Ara, emangnya bokap gatau kalau vespanya dipakai sama abang?", tanya Osa. "[Tertawa] selaw dek, abang bakal lawan bokap kalau sampe marahin kita." Jawab gua dengan tegas. "Kamu laper gak? Abang ada tempat makan yang enak, tempatnya juga bagus." Lanjut gua. "Osa pengen ngerokok." Celetuk dia. "Eh buset, sinting nih anak kebanyakan dengerin  bokap dan nyokap berantem, haha." Respon gua.
Sepanjang perjalanan, gua masih nyanyiin lagu yang sama. "Hati ini bukan milikku lagi. Seribu tahun pun akan kunanti, kan, kamu. Sayangku jangan kau persoalkan siapa di hatiku. Terukir di bintang, tak akan hilang, cintaku padamu."
Kami pun akhirnya sampai di sebuah kedai yang gua maksud. Kebetulan pembelinya tidak banyak, sehingga gua bisa memilih tempat yang pas. Sebuah spot di tengah taman, dikelilingi oleh pohon-pohon hias, dengan pemandangan kendaraan yang berlalu lalang. Gua oder dua nasi goreng, dua es teh, dan juga sebungkus rokok filter.
"[Mendepak Osa dari belakang] kiwwww, sebungkus rokok buat kita berdua [menyodorkan di depan wajahnya]." Osa setengah tidak percaya ketika gua ngabulin permintaan dia. Gua pun duduk di sebelah dia, membuka bungkus rokok, mengambilnya satu batang, kemudian menyulutnya. "Wait. Ada yang kurang", ucap gua. Gua pun bergegas menemui penjaga kedai untuk meminta sebotol anggur merah.
Gua sodorkan sebotol anggur merah di depan Osa. Dia pun semakin kaget, ketika gua memintanya untuk melakukan tegukan pertama. "Gak usah takut. I'll keep my fucking mouth to shut up." Bisik gua ke Osa. "Why?", tanya dia. Alasan gua memberikan ia rokok dan minuman beralkohol bukan untuk mengajarinya untuk menjadi seorang bajingan, tetapi untuk membantu dia melepaskan beban pikiran yang ia alami. "Listen. This is our first journey. I promise. I'll take care You. Don't afraid, oke?", gua yakinin ke Osa kalau semuanya bakal baik-baik saja. Dan akhirnya ia pun meneguknya, walau masih sangat amatiran.
Malam ini kami banyak bercerita, melakukan hal-hal yang dianggap tabu oleh banyak orang, mendongengkan banyolan-banyolan lucu yang mengundang gelak tawa. Ya, gua turut senang bisa membuat Osa tertawa lepas malam ini.
Tiba-tiba Osa bertanya, darimana gua bisa mendapatkan uang? Gua pun menjawab, kalau gua sengaja mengambil uang milik bokap yang saat itu dompetnya tertinggal di atas meja ruang tamu. Gua gak berpikir panjang, karena menurut gua, uang bokap juga uang gua. Lagian, gua mintain uang 10 ribu buat bayar lks saja, dia gak ngasih.
Setelah puas menikmati kebebasan, kami pun pulang ke rumah. Gua menyuruh Osa untuk masuk melalui pintu belakang dan menyuruhnya untuk langsung bergegas tidur. Sedangkan gua? Ya, seperti yang sudah diketahui, gua dicerca habis-habisan karena memakai vespa tanpa ijin, dan juga mengambil uang milik bokap.
Katanya, gua kurang ajar, anak tidak tahu diuntung, tidak bisa menghargai orangtua. "Then what? Selama ini papa dan mama selalu sibuk dengan urusan kalian, tidak pernah meluangkan waktu untuk Ara dan Osa! Bahkan untuk urusan jajan pun, kita harus puasa! Lantas, gunanya apa kalian sebagai orangtua?!", kata gua yang tidak lama mendapatkan tamparan dari bokap.