Ah, Sumpah Pemuda, hari di mana banyak orang merayakannya secara simbolis. Banyak poster, pamflet, narasi, hingga puisi yang bertebaran di media digital.
Sampai sekarang Saya masih bingung, kenapa banyak orang merayakan Hari Sumpah Pemuda namun tidak mengimplementasikan esensinya? Saya sendiri tidak pernah merayakan sumpah pemuda pasca lulus dari dunia pendidikan.
Bukannya menghina, Saya merasa ada yang aneh dari perayaan-perayaan yang simbolis itu. Bahkan menurut Saya, perayaan itu adalah sebuah omong kosong.
Apalagi untuk para pejabat! Coba lihat, mereka selebrasi sumpah pemuda, tapi pada kenyataannya justru mengkhianati rakyat, melemahkan negara.
Maka dari itu Saya katakan, untuk apa merayakan sumpah pemuda tapi sekedar simbolis? Ketika hari sumpah pemuda sudah lewat, apakah mereka masih tetap terbawa euforia perayaan itu? Saya yakin, jawabannya adalah tidak.
Bukan hanya kepada hari sumpah pemuda. Hari kesaktian Pancasila, hari pendidikan, bahkan hari kemerdekaan. Saya sudah tidak merayakan perayaan itu pasca lulus pendidikan. Buat apa? Merayakan hari yang sakral tapi sebatas simbolis? Sedang mereka lupa akan esensi dari perayaan itu.
Lagian, menjunjung bahasa yang satu sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Tapi bukan berarti melupakan bahasa Indonesia dan beralih ke bahasa asing.
Orang yang setiap harinya memadukan antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bukan berarti mereka tidak nasionalis. Orang yang tidak pernah menggunakan bahasa asing, bukan berarti mereka seorang nasionalis.
Tingkat kecintaan kita kepada negara tidak bisa diukur oleh satu atau dua faktor saja, melainkan harus dari banyak faktor.
Coba pikir, dalam forum internasional, haruskah kita menggunakan bahasa Indonesia? Agar dinilai menjunjung bahasa Indonesia? Ngaco! Tanpa perlu berbahasa Indonesia pun, negara lain sudah tahu bahwa kita berasal dari Indonesia.
Sekarang lihat, banyak orang merayakan hari kesaktian Pancasila, tapi mereka tidak menjalankan kandungannya. Apalagi para politikus! Mereka mana bisa mengamalkan setiap sila? Mereka saja bekerja sesuai kepentingan yang punya "kepentingan". Pantaskah mereka disebut Pancasilais? Nasionalis? Hahaha, LoL.
Membeli produk dalam negeri, bukan berarti berjiwa nasionalis. Tidak membeli produk dalam negeri, bukan berarti tidak nasionalis.
Walaupun Saya tidak ikut merayakan Hari Kemerdekaan, tetapi Saya masih ikut andil dalam hal tulisan. Setiap tahun (17 Agustus) Saya selalu membuat sebuah puisi, yang isinya tentang kondisi Indonesia saat itu, saat ini.Â
Betapa sedihnya Saya, ketika rakyat disuruh hormat kepada Sang Saka, tetapi kejelasan nasib mereka di bumi Indonesia masih suram. Pejabat-pejabat naif, birokrat-birokrat kotor, politisi-politisi licik, masih saja menjual nama rakyat demi kepentingan mereka sendiri.